Tajuk Rencana
Pangan Menjadi Komoditas Mewah
Banyak kalangan melihat, krisis pangan yang terjadi saat ini, yang ditandai dengan lonjakan harga, disebabkan oleh produksi bermasalah. Perilaku kita bisa mengurangi tekanan krisis.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2020%2F08%2F03%2FMakanan-tradisional_90840252_1596390519_jpg.jpg)
Makanan tradisional ”Bajingan” disajikan di warung Gubuk Kopi di Desa Karangrejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.
Dua penulis opini harian Kompas merespons peringatan Hari Pangan Sedunia dengan tema ”Jangan Ada yang Ditinggalkan” pada 16 Oktober lalu melalui dua tulisan (Kompas, 17/10/2022). Direktur Lembaga Daya Dharma Jakarta dan Ketua Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi Keuskupan Agung Jakarta, Adrianus Suyadi, menulis, banyak orang Indonesia membuang makanan. Sisa makanan mendominasi jenis sampah di Indonesia, yakni mencapai hampir 40 persen dari semua jenis sampah seperti data dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup pada 2020.
Untuk mengatasi krisis pangan, pada tingkat individu dan keluarga diperlukan perubahan perilaku agar lebih menghargai pangan. Hal sederhana dapat dilakukan, misalnya tak menyisakan makanan, tak membuang sampah makanan, mengurangi konsumsi makanan untuk binatang piaraan, dan lebih untuk sesama yang kekurangan makanan.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 6 dengan judul "Pangan Menjadi Komoditas Mewah".
Baca Epaper Kompas