logo Kompas.id
OpiniSetetes Sejarah Minyak Goreng
Iklan

Minyak Goreng

Setetes Sejarah Minyak Goreng

Sebuah ironi ketika hutan ditebangi untuk ditanami sawit, tetapi negeri ini masih kelimpungan mencari minyak goreng. Setetes kisah leluhur mampu berdikari memenuhi kebutuhan minyak mestinya menjadi inspirasi.

Oleh
HERI PRIYATMOKO
· 1 menit baca
Didie SW
DIDIE SW

Didie SW

Awal bulan Ramadhan ini bukan suasana adem yang diunduh. Harga minyak goreng yang ugal-ugalan bersama BBM dan gula—kendati barangnya tidak langka di pasaran—membuat suasana gaduh.

Kenestapaan pada bulan suci dirasakan pula oleh kaum perempuan yang berpeluh di dapur. Mereka galibnya bertanggung jawab atas ketersediaan makanan di meja makan untuk berbuka puasa dan sahur bersama keluarga. Sampai mencuat guyonan: jangan mendesak ibu untuk menghadirkan lauk tempe goreng ketimbang dikabruk.

Editor:
SRI HARTATI SAMHADI, YOHANES KRISNAWAN
Bagikan

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 6 dengan judul "Setetes Sejarah Minyak Goreng".

Baca Epaper Kompas
Terjadi galat saat memproses permintaan.
Artikel Terkait
Belum ada artikel
Iklan