Jalur Rempah dan Despotisme Masa Lalu
Dalam eksotisme Jalur Rempah tersekam sisi kelam masa lalu, antara lain perilaku eksploitasi alam secara masif dan merusak dalam praktik monopoli rempah-rempah. Perilaku yang masih lestari di Negeri Rempah-rempah.
Beberapa tahun terakhir, acara-acara bertema jalur rempah bergema semarak di Indonesia. Berbagai pameran, seminar/webinar, hingga ekspedisi bahari dilakukan demi membangunkan kembali ingatan masyarakat terhadap kejayaan masa silam Nusantara sebagai poros jalur rempah yang terlupakan. Semua ini bersinergi dengan upaya pemerintah melalui Kemendikbudristek yang pada 2020 mengajukan Jalur Rempah sebagai Warisan Budaya Dunia ke UNESCO.
Proyek revitalisasi pemerintah terhadap Jalur Rempah ini adalah salah satu perkembangan mutakhir dari Maritime Silk Road yang bergaung pertama kali pada paruh pertama abad ke-20. Maritime Silk Road merupakan konsep imajiner spasial rute perdagangan rempah-rempah pada masa lalu yang menghubungkan China, Asia Tenggara, anak benua India, Semenanjung Arab, Afrika, dan Eropa. Ide menghidupkan rute jalur rempah ini merupakan pengembangan dari die Seidenstrasse alias Jalur Sutra (Silk Road) yang dicetuskan pertama kali pada 1877 oleh ahli geografi Jerman, Ferdinand Freiherr von Richthofen.