Melampaui Polarisasi
Pemilihan Presiden 2014 dan 2019 melahirkan konflik politik yang ekstrem. Para pemimpin politik diharapkan bisa mengelola polarisasi politik tersebut untuk merayakan Pemilu 2024 dalam bingkai demokrasi yang beradab.
Perbincangan publik tentang bahaya polarisasi politik mengalir di mana-mana. Pertandingan dua figur utama—Jokowi versus Prabowo—selama dua momentum Pemilihan Presiden (2014 dan 2019) menyisakan kesenjangan psikologis (psychological gap) antarkedua blok politik itu. Secara diametrikal, elite dan massa terpolarisasi hingga melahirkan ekstremitas konflik politik yang masih terasa hawanya saat ini.
Dalam lensa yang berbeda, apakah ada ”blessing in disguise” (berkat terselubung) dari tekstur politik bipolar, dan bagaimana mengelola polarisasi politik sekaligus melampaui itu semua?