Merdeka Belajar dan Kampus Tanpa Imajinasi
Dinamika kampus dan atmosfer akademik yang menggairahkan bisa terjadi jika pejabatnya memimpin dengan hati, empati, respek dan disertai imajinasi. Inilah makna substantif Kampus Merdeka.
Berproses bersama mahasiswa menjadi manusia pemelajar, saling bertanya, saling menjawab, belajar respek pada pihak lain, sungguh merupakan pengalaman indah, mengayakan, dan tak tergantikan. Namun, pandemi mengubah proses semacam itu, tanpa kesiapan apa pun (karena tak terbayangkan) dari pihak tata kelola birokrasi kampus, kecuali tergagap-gagap mencari solusi, sambil sibuk mengurus administrasi. Dalam kondisi seperti ini, kita dapat segera menandai kualitas kepemimpinan kampus di segala jenjang; apakah mereka memimpin atau sekadar pejabat yang bingung, tetapi kuasa.
Kampus seni, seperti ISI (Yogyakarta, Surakarta, Denpasar, Padang Panjang), ISBI (Bandung, Aceh, Kalimantan, Papua), IKJ, dan STKW Surabaya, kemungkinan menghadapi persoalan yang sama. Pertama, perihal mengukur/menilai pengetahuan dan penguasaan seni melalui proses perkuliahan daring.