logo Kompas.id
โ€บ
Opiniโ€บMenjalin Filsafat Indonesia
Iklan

Menjalin Filsafat Indonesia

Tidak perlu mencari yang esensialis dalam filsafat Indonesia. Seluruh praktik berfilsafat yang saat ini tengah berkembang, itulah deskripsi filsafat di Indonesia. Yang utama, tetap kritis memaknai pengetahuan.

Oleh
Saras Dewi
ยท 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/pYKZpToU--zQOZvg3fcJ5Urqubk=/1024x655/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F05%2F475794_getattachment0a568cb8-5569-4c04-a8b2-58656cd7a783467183.jpg
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Saras Dewi

Filsafat bermula dari kecintaan. Bahkan, pengertian dari filsafat itu dimaknai sebagai rasa cinta terhadap kebijaksanaan. Filsafat sebagai pengejawantahan hidup dapat diamalkan oleh siapa pun. Untuk mereka yang mencintai hidup beserta segala lorong di labirin yang ingin ditelusuri. Berfilsafat adalah renungan yang kritis terhadap realitas, cinta pada kearifan berarti rangkaian pertanyaan tanpa surut tentang kehidupan ini.

Hidup dimulai dari keheranan, mengapa ada kehidupan, apakah arti dari kehidupan, dan apakah yang dapat saya lakukan sebagai manusia. Filsafat melalui pemahaman ini sebenarnya dilakukan oleh siapa pun di mana pun mereka berada di dunia ini. Akan tetapi, filsafat sebagai suatu tradisi pengetahuan yang formalistik menjadi urusan yang berbeda. Ada pandangan yang bertengger bahwa filsafat yang dianggap sah adalah yang berbentuk sistematis, rigoris, dan akademis. Pertanyaan lanjutannya adalah, adakah filsafat Indonesia dalam kerangka semacam ini?

Editor:
Mohammad Hilmi Faiq
Bagikan