logo Kompas.id
OpiniKonfrontasi Hegemoni Majalah...
Iklan

Konfrontasi Hegemoni Majalah ”Horison”

Penerbitan majalah sastra ”Horison” edisi khusus 55 tahun dalam versi cetak setelah lima tahun beralih menjadi media daring menandakan konfrontasi hegemoni estetika yang ingin dibangkitkan kembali para awak redaksi.

Oleh
S PRASETYO UTOMO
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/ueJP9aTBpt88mTNzGLKCj3YP5io=/1024x641/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F08%2F20210813-OPINI-Konfrontasi-Hegemoni-Majalah-Horison_1628859997.jpg
KOMPAS/SUPRIYANTO

Supriyanto

Penampilan majalah sastra Horison edisi khusus 55 tahun (1966-2021) yang dicetak pada akhir Juli 2021 menampilkan beberapa kejutan. Pertama, ternyata majalah sastra ini masih menemui pembacanya dalam edisi cetak dengan tulisan-tulisan yang berkualitas. Kedua, budaya literasi yang selama ini dikembangkan majalah sastra ini tetap dipenuhi dengan kehadiran Kakilangit. Ketiga, Taufiq Ismail menyentuh empati hegemoni kekuasaan kita ketika menulis esai pendek Awal Mula Lahirnya Horison dengan mengisahkan kiprah majalah ini sebagai media utama pengembangan sastra dan pemikiran sastra Indonesia.

Wajah majalah sastra Horison edisi khusus 55 tahun masih seperti edisi cetak sebelumnya. Redaksi masih mempertahankan rubrik catatan kebudayaan, puisi, cerpen, esai, kritik, obituari, dan Kakilangit. Sastrawan yang menyumbangkan tulisannya pun dari generasi yang sudah sangat kita kenal dalam perkembangan sejarah sastra Indonesia, seperti Eka Budianta, Nenden Lilis A, Putu Wijaya, Aslan Abidin, Ari Pahala Hutabarat, Wa Ode Wulan Ratna, Wayan Jengki Sunarta, dan Yusri Fajar. Bahkan dihadirkan pula teks sastra Han Yong Un, penyair Korea, dan Isaac Bashevis Singer, penulis kelahiran Polandia.

Editor:
yovitaarika
Bagikan