logo Kompas.id
OpiniMenghidupkan Harapan
Iklan

Menghidupkan Harapan

Dalam momen yang menguji daya sintas bangsa, para pemimpin politik dihadapkan pada pertanyaan gugatan Mencius, ”Adakah perbedaan antara membunuh manusia dengan belati dan membunuhnya dengan salah urus?”

Oleh
Yudi Latif
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/G9cWFYUA01YlJTTHYF80EKaJI8I=/1024x1024/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F07%2F57674064_1562778339.jpg
NUT

Yudi Latif

Harapan itu sesuatu bersayap yang hinggap di jiwa, menyanyikan nada tanpa kata, dan tak pernah henti sama sekali. Demikian tulis Emily Dickinson. Harapan itu melantunkan nyanyian kehidupan dalam dua jenis nada. Nada mayor membangkitkan ”harapan positif”, yang merangsang gairah orang untuk berbuat kebajikan. Nada minor membangkitkan ”harapan negatif”, yang merangsang lara keinsyafan orang agar terhindar dari keburukan.

Harapan positif itu bergema dari jiwa-jiwa altruis, seperti ”semut-semut” komunitas yang bergotong royong meringankan derita sesama dalam alunan nada mayor yang sepi ing pamrih, rame ing gawe. Seperti hartawan dermawan (sungguhan, bukan tipuan) yang hidup bersahaja tanpa gila harta dan puja. Kemampuan usaha dan akumulasi kekayaannya dinikmati sebagai wahana dan amanah untuk berbakti menumbuhkan harapan bagi mereka yang kurang mampu dan kurang beruntung.

Editor:
Antony Lee
Bagikan