logo Kompas.id
OpiniMencari Ruang Kritik Sastra
Iklan

Mencari Ruang Kritik Sastra

Ketika dua puluh naskah terpilih Sayembara Kritik Badan Bahasa 2020 dibukukan pada Desember 2020, dan beredar di kalangan pembaca, hal ini mengakhiri keterpasungan kritik sastra dari masyarakat pembacanya.

Oleh
S PRASETYO UTOMO
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/Ys1Lh__2_C32JcJs3p22SLcMwdI=/1024x497/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F03%2F20210306JENAR01_1615019451.jpg
ARSIP KOMUNITAS LINGKAR JENAR

Diskusi sastra tiap Rabu malam rutin digelar oleh Komunitas Lingkar Jenar, seperti ketika membahas novela ”Hari Terakhir di Rumah Bordil” karya Bode Riswandi pada beberapa waktu lalu.

Skeptisisme Maneke Budiman bahwa kritik sastra surut, tertinggal jauh dari perkembangan sastra, mati atau sekarat diakuinya ternyata keliru. Kesadaran bahwa kritik sastra Indonesia tidak mati suri muncul ketika Badan Bahasa menyelenggarakan Sayembara Kritik Sastra 2020.

Kualitas tulisan yang terpilih dalam sayembara, yang kemudian dibukukan dalam Teks, Pengarang, dan Masyarakat (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2020), memberi kesadaran juri, seperti Seno Gumira Ajidarma, bahwa ”kritik sastra ternyata bukan sesuatu yang terlalu asing”. Teks-teks kritik sastra itu, dalam bahasa Maneke Budiman, ”berbobot isinya, membuka wawasan, dan mencerahkan”.

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan