Hari Raya Imlek
Ingatan Kolektif Tionghoa
Meskipun panggung Imlek berikut kerumunan ditiadakan gara-gara wabah, ekspresi kebudayaan Tionghoa tetap dihormati, tak bisa dimatikan oleh Covid-19.
![https://assetd.kompas.id/tHvnnoMY89Zi8qNbFSt8RxjyB0Y=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F02%2F848a93c5-9fba-4a4b-9d88-107b202a41fc_jpg.jpg](https://assetd.kompas.id/tHvnnoMY89Zi8qNbFSt8RxjyB0Y=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F02%2F848a93c5-9fba-4a4b-9d88-107b202a41fc_jpg.jpg)
Sejumlah spanduk tentang protokol kesehatan dipasang di pagar Kelenteng Tien Kok Sie, Solo, Jawa Tengah, Senin (8/2/2021). Sejumlah acara ritual menjelang Imlek di kelenteng itu, seperti tradisi doa tolak bala dengan melepas burung pipit dan benih ikan, tahun ini tidak dilakukan karena pandemi masih berlangsung. Umat kelenteng tersebut juga diimbau untuk merayakan Imlek di rumah saja guna mengurangi risiko penyebaran Covid-19. Kelenteng yang berada di kawasan Pasar Gede Solo tersebut dibangun tahun 1745 dan merupakan yang tertua di Indonesia.
Virus korona menerjang segala aspek kehidupan. Siapa sangka, ritual budaya yang telah berlangsung selama ratusan tahun ikut ”dicaplok” alias berhenti gara-gara Covid-19 kian hari kian merunyak. Jika tahun kemarin Grebeg Sekaten warisan agung Kerajaan Demak itu ditiadakan, kini giliran perayaan Tahun Baru Imlek tak dihelat dengan gegap gempita.
Lihat saja di Kota Solo, misalnya, tiada gapura dan lampion pating grandul menambah keanggunan kawasan Pecinan, Pasar Gedhe. Biasanya ribuan manusia juga menyemut menonton Grebeg Sudiro yang mengusung semangat harmonis lintas etnis tersebut.