logo Kompas.id
β€Ί
Opiniβ€ΊAgenda Otonomi Daerah
Iklan

Agenda Otonomi Daerah

Pengalaman lapangan dua dasawarsa ini menunjukkan betapa berat menangani otda di Indonesia yang luas, berpenduduk banyak, dan multikultural. Akibatnya capaian otonomi daerah tidak sesuai harapan.

Oleh
DJOHERMANSYAH DJOHAN
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/xBWxl0HHrMn-rQogSGIto7P7ElM=/1024x561/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F11%2F6ebf2cce-3e18-48f5-a4cb-2032d323ccbd_jpg.jpg
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Para peserta audiensi berfoto bersama setelah mengikuti rapat dengar pendapat umum dengan Komisi II DPR terkait pemekaran daerah otonomi baru di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/11/2019). Dalam audiensi tersebut Komisi II menerima aspirasi terkait pemekaran daerah otonomi baru yaitu Kabupaten Bogoga dan Provinsi Papua Tengah serta tentang partai lokal Papua.

Perkembangan otonomi daerah atau otda yang merupakan amanah reformasi 1998 perlu dijaga terus, jangan sampai melenceng atau kebablasan.

Asa otda adalah untuk melibatkan daerah guna membantu pemerintah pusat mewujudkan kesejahteraan masyarakat dari Sabang sampai Merauke, memudahkan pelayanan publik hingga ke pelosok, dan memakmurkan demokrasi lokal sebagai fondasi demokrasi nasional. Peran daerah dalam sistem pemerintahan berubah dari pasif menunggu komando pusat menjadi aktif penuh prakarsa sesuai kewenangannya.

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan