logo Kompas.id
OpiniJakob Oetama dan Dunia...
Iklan

Jakob Oetama dan Dunia Intelektual

Kepergian Pak Jakob memberikan momen penting untuk memikirkan bagaimana ”Kompas” dapat membantu memelihara perdebatan yang sehat dalam alam demokrasi yang ketahanannya terasa semakin rawan.

Oleh
Vedi R Hadiz
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/fjSdOcOd8RxIW496er8VQR7O4LM=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F09%2F20200910JOWAFAT0001_1599702938.jpg
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Pelayat membaca harian Kompas yang menampilkan sosok Pendiri Kompas Gramedia sekaligus Pemimpin Umum Kompas Jakob Oetama di sela-sela antre untuk memberikan penghormatan terakhir di Gedung Kompas Gramedia, Palmerah Selatan, Jakarta, Rabu (9/9/2020).

Istilah maestro media (raja media) mempunyai konotasi buruk dalam bahasa Inggris karena kontrol terhadap tokoh macam Rupert Murdoch, Robert Maxwell, atau William Randolph Hearst. Seperti film protagonis klasik sutradara Orson Welles, Citizen Kane, raja media cenderung memandang rakus harta dan kekuasaan selain gemar memanipulasi fakta dan berita untuk kepentingan sendiri.

Jakob Oetama, yang sungguh seorang raksasa di bidang media Indonesia, sebagai Pendiri Kelompok Kompas-Gramedia, amat jauh dari karikatur semacam itu. Ia bukan saja seorang pelopor pers negeri modern, melainkan juga memiliki kontribusi berarti dalam iklim intelektual luas, termasuk kegiatan intelektual yang mengalami banyak hambatan dari penguasa negara.

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan