logo Kompas.id
β€Ί
Opiniβ€ΊOver Sensitif dan Resesi...
Iklan

Over Sensitif dan Resesi Demokrasi

Dalam situasi sosial-politik yang terasa begitu pengap, dalam situasi kemasyarakatan yang begitu mencekam karena pandemi, guyonan dalam bentuk komedi, satire adalah energi bagi demokrasi.

Oleh
Budiman Tanuredjo
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/JOw7vliHHR7SL9wHHMZ3Bry5rcs=/1024x1214/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F01%2F20190118iam-bdm_1547801486-e1582964965583.jpg
KOMPAS/ILHAM KHOIRI

Budiman Tanuredjo

Namanya Ismail Ahmad. Usianya 41 tahun. Namanya mendadak viral. Dia ialah aparatur sipil negara Kabupaten Sula, Maluku Utara. Pada Jumat, 12 Juni 2020, ia mengunggah guyonan Presiden ke-4 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Gus Dur yang dikenal punya selera humor tinggi pernah mengatakan, ”Polisi jujur di Indonesia itu patung polisi, polisi tidur, dan mantan Kapolri Jenderal (Pol) Hoegeng Imam Santoso.” Guyonan itu dengan mudah bisa ditemukan di laman pencarian Google ataupun di sejumlah buku.

Tanpa dinyana, unggahan Ismail di Facebook dipermasalahkan. Beberapa jam setelah unggahan muncul di Facebook, ia dipanggil polisi dari Polres Sula. Ismail ditanya motivasinya. Ramailah dunia maya. Protes bermunculan. Ini pembungkaman kebebasan berekspresi. Humor pun tak boleh di negeri ini. Selasa, 16 Juni, Ismail dipanggil lagi ke Polres Sula untuk membacakan pernyataan pers. Ismail meminta maaf.

Editor:
Antony Lee
Bagikan