Uskup Agung Semarang Minta Umat Memilih Sesuai Suara Hati
Umat Katolik diminta menggunakan hak suara dalam Pemilu 2024 sesuai hati nuraninya. Upaya intimidasi harus ditolak.
SLEMAN, KOMPAS — Uskup Agung Semarang Mgr Robertus Rubiyatmoko meminta umat Katolik untuk memilih sesuai dengan suara hatinya dalam Pemilu 2024. Umat juga diminta tetap menjaga kerukunan meski berbeda pilihan politik.
”Suara hati yang murni dan benar sepatutnya selalu didengar karena selalu mengutamakan apa yang dikehendaki oleh Allah dan mencerminkan mana yang benar dan adil. Oleh karena itu, semua pilihan di luar itu, di luar suara hati, sepatutnya ditolak,” kata Rubiyatmoko seusai peringatan 25 tahun wafatnya YB Mangunwijaya di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (10/2/2024).
Apabila ada umat Katolik yang mendapat paksaan atau intimidasi terkait Pemilu 2024, mereka diharapkan untuk mengabaikan hal itu. Rubiyatmoko menyatakan, paksaan ataupun intimidasi merupakan hal buruk yang sewajarnya tidak perlu digubris karena merupakan bentuk pemberangusan kemerdekaan seseorang.
Baca juga: Akademisi Tolak Intimidasi pada Kebebasan Akademik
Rubiyatmoko juga meminta agar perbedaan pilihan dalam Pemilu 2024 tidak memicu munculnya perselisihan. Semua umat diminta terus menjaga kerukunan dan persatuan.
”Kami selalu mengimbau dan mendorong umat agar bersama-sama mewujudkan pemilu yang damai,” ujarnya.
Baca juga: Kompas Moral Kaum Intelektual
Rohaniwan Katolik, Romo Mudji Sutrisno, mengatakan, Indonesia terbentuk atas dasar rahmat Tuhan. Oleh karena itu, dalam memilih calon presiden dan calon anggota legislatif, umat harus membiarkan kuasa Tuhan turut bekerja. Hal ini dilakukan dengan cara memilih sesuai nurani dan suara hati.
”Kita tidak bisa semata-mata mengandalkan atau menyerahkan semua pada faktor manusia. Apalagi, calon yang ada belum tentu bisa memberikan jaminan akan adanya kehidupan yang lebih baik, kehidupan bangsa yang saling menghormati,” ungkapnya.
Mudji menambahkan, di tengah dinamika politik yang terjadi akhir-akhir ini, umat diharapkan tetap memegang teguh nilai-nilai kemanusiaan. ”Kita harus berani menjadi partisan nilai, nilai yang baik, nilai yang benar, dan nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri,” ujarnya.
Selama beberapa waktu terakhir, kondisi demokrasi di Indonesia menjadi sorotan banyak pihak. Para sivitas akademika di sejumlah kampus telah mengeluarkan seruan untuk menyerukan keprihatinan terhadap praktik kekuasaan yang dinilai kian jauh dari nilai-nilai demokrasi dan etika.
Baca juga: Peluit Cendekia Mengingatkan Penguasa
Oleh karena itu, semua pilihan di luar itu, di luar suara hati, sepatutnya ditolak.
Melalui Petisi Bulaksumur, Rabu (31/1/2024), sivitas akademika Universitas Gadjah Mada menyerukan ajakan kembali ke jalan demokrasi kepada Presiden Joko Widodo serta aparat penegak hukum, pejabat negara, dan aktor politik. Di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Jumat (2/2/2024), akademisi Universitas Lambung Mangkurat mengingatkan pentingnya etika berdemokrasi.
Sejumlah guru besar Universitas Indonesia menyampaikan pesan kebangsaan bertajuk ”Genderang Universitas Indonesia Bertalu Kembali”. Mereka terpanggil untuk membangkitkan asa dan memulihkan demokrasi yang terkoyak. Di Bandung, akademisi Universitas Padjadjaran, Universitas Pendidikan Indonesia, dan Institut Teknologi Bandung secara terpisah meminta para penguasa menjalankan demokrasi yang bermartabat.