logo Kompas.id
β€Ί
Nusantaraβ€ΊJerat Nestapa Buruh di Kebun...
Iklan

Jerat Nestapa Buruh di Kebun Kita

Buruh kebun di Tanah Air harus menghadapi minimnya upah dan status kepegawaian yang tidak tetap. Kesejahteraan minim dan ketiadaan pilihan membuat mereka terseok di rantai ekonomi yang timpang.

Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA, DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO, ZULKARNAINI, MACHRADIN WAHYUDI RITONGA, MEDIANA
Β· 1 menit baca
Istri buruh perkebunan sawit ikut mengumpulkan <i>berondolan</i> bersama suaminya di salah satu perkebunan swasta di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Rabu (26/7/2023). Perempuan dan anak paling rentan dieksploitasi di daerah perkebunan.
KOMPAS/NIKSON SINAGA

Istri buruh perkebunan sawit ikut mengumpulkan berondolan bersama suaminya di salah satu perkebunan swasta di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Rabu (26/7/2023). Perempuan dan anak paling rentan dieksploitasi di daerah perkebunan.

Pergulatan hidup yang berat dihadapi buruh-buruh perkebunan di Tanah Air. Salah satunya yang paling keras dialami oleh buruh kebun sawit di Kalimantan dan Sumatera. Sebagian besar buruh yang berstatus buruh harian lepas itu sulit mengakses layanan kesehatan, pendidikan bagi anak-anak mereka, dan mendapatkan upah yang minim.

Kesulitan itu dialami Guntur (48), buruh tani asal Desa Rabambang, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Ia baru enam bulan bekerja dan masih berstatus buruh harian lepas (BHL). Ia yang sebelumnya bekerja sebagai petambang ilegal mencoba peruntungan di perkebunan karena khawatir ditangkap polisi jika terus menambang secara ilegal. Namun, harapannya untuk bisa hidup lebih baik di perkebunan sawit tak begitu saja terwujud.

Editor:
CHRISTOPERUS WAHYU HARYO PRIYO
Bagikan