pembangunan berkelanjutan
Kolaborasi Jadi Jalan Keluar Paradoks Pengelolaan Hutan Papua
Pengelolaan hutan Papua yang berorientasi kayu hanya melahirkan paradoks bagi masyarakat. Perlu kolaborasi hingga komitmen kuat pemerintah mengubah paradigma pengelolaan hutan selain kayu untuk kesejahteraan bersama.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F03%2F20190320_KAYU-ILEGAL_D_web_1553075120.jpg)
Petugas Dinas Kehutanan Jawa Timur mengukur kayu merbau ilegal asal Papua di Surabaya, Jatim, Rabu (20/3/2019).
KENDARI, KOMPAS — Paradigma pengelolaan hasil hutan selain kayu di Papua harus diutamakan untuk kesejahteraan masyarakat. Sebab, selama puluhan tahun, hasil hutan berupa kayu hanya melahirkan paradoks terhadap taraf hidup masyarakat akibat tingginya korupsi dan lemahnya penegakan hukum. Kolaborasi, pendampingan, hingga komitmen pemerintah menjadi tumpuan untuk kesejahteraan bersama.
Hal ini menjadi benang merah dalam diskusi virtual bertajuk ”Keragaman Hayati, Tata Kelola Hutan, dan Korupsi Lahan di Papua Barat” pada Selasa (31/8/2021). Hadir dalam diskusi ini Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Papua Jonni Marwa, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Provinsi Papua Barat Prof Charlie Danny Heatubun, Kepala Satgas Korsup Wilayah V Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dian Patria, serta Direktur Bentara Papua Yanuarius Anouw.