imlek 2572
Kupat Tahu, Pengaruh Tionghoa yang Melegenda di Magelang
Kupat tahu menjadi hidangan khas yang menjadi ikon Magelang. Kendati asal-usul rumusan resep atau racikannya tidak diketahui, diduga kuat hidangan ini juga dipengaruhi budaya Tionghoa.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F02%2F425c851c-3466-4b87-a0bc-8e312b2a8e21_jpg.jpg)
Hidangan kupat tahu di warung makan Tahu Pojok, kawasan Alun-alun Kota Magelang, Jawa Tengah, Kamis (11/2/2021). Penggunaan tahu dan kecap pada hidangan tersebut merupakan salah satu wujud pengaruh budaya Tionghoa dalam bidang kuliner. Warung makan tersebut didirikan oleh Setu Ahmad Danuri yang telah berjualan kupat tahu sejak tahun 1942 dan diyakini sebagai yang tertua di Magelang. Penjualan di warung tersebut saat ini hanya sepertiga dibandingkan saat sebelum pandemi.
Tidak pernah ada yang tahu perihal sejarah tentang bagaimana meramu, merumuskan resep bagaimana paduan tahu, ketupat, kacang, kecap, dan aneka sayur menjadi hidangan yang membangkitkan selera. Namun, mengabaikan semua jejak historis tersebut, kuliner kupat tahu di Magelang, Jawa Tengah, telah ada sejak puluhan tahun silam dan terus bertahan hingga sekarang.
Di wilayah Kota dan Kabupaten Magelang, terdapat puluhan—dan mungkin ratusan—penjaja kupat tahu, baik yang mendirikan warung di ruang permanen maupun yang berdagang secara berkeliling di kampung-kampung. Rata-rata mereka tampil dengan menambahkan nama pemilik warung sebagai ”merek dagang” dari sajian kupat tahu masing-masing. Kelanggengan usaha kupat tahu ini terjadi karena rata-rata perintis awal usaha kemudian mewariskan usaha ini secara turun-temurun ke generasi penerusnya.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 27 dengan judul "Kupat Tahu dan Kisah Legenda Tionghoa di Magelang".
Baca Epaper Kompas