Urgensi Pengendalian Penggunaan Air Tanah di Jakarta
Eksploitasi air tanah di wilayah Jakarta harus diakhiri karena akan berdampak buruk bagi kondisi lingkungan perkotaan
Eksploitasi air tanah di wilayah Jakarta harus diakhiri karena akan berdampak buruk bagi kondisi lingkungan perkotaan. Hingga Oktober 2022, masih ada sekitar 34 persen warga Ibu Kota yang bergantung pada air tanah karena baru 65,85 persen warga yang teraliri air bersih perpipaan.
Jajak pendapat Kompas pada 11-13 Oktober 2022 memotret empat dari sepuluh responden yang berdomisili di Jakarta menggunakan air tanah untuk keperluan sehari-hari meski 23,7 persen mengaku kualitas air tidak menentu, kadang jernih dan kadang kotor. Bahkan, sekitar 12 persen mengakui kondisi air tanah di sekitar tempat tinggal mereka ada yang berwarna coklat, berbau amis, dan berasa asin.
Kesadaran masyarakat untuk membatasi penggunaan air tanah harus terus ditumbuhkan. Hasil jajak pendapat juga memotret sebanyak 32,3 persen responden sudah menunjukkan kepedulian terhadap penggunaan air tanah dan berupaya berhenti memanfaatkan. Namun, masih ada 30,3 persen responden yang meski mengetahui dampak buruk penggunaan air tanah tidak melakukan upaya apa pun, bahkan 2,3 persen di antaranya tidak peduli. Hal ini menjadi tantangan bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam membuat kebijakan dan terobosan untuk mengakhiri eksploitasi air tanah. Apalagi lebih dari separuh responden berpendapat langkah pemerintah dalam mengendalikan penggunaan air tanah dengan peraturan pembatasan zona bebas air tanah dan pengenaan pajak tidak efektif.