Polusi Udara
WFH Belum Kurangi Polusi Udara Jabodetabek
WFH tidak berpengaruh menurunkan polusi udara Jabodetabek. Tingkat polutan debu partikulat 2,5 mikron (PM 2,5) dan gas nitrogen dioksida (NO2) justru meningkat.
![Karyawan mengenakan masker melintasi jalur pedestrian di Jalan Sudirman, Jakarta Selatan, Kamis (7/9/2023). Masyarakat dapat melakukan sejumlah cara untuk meminimalkan pajanan polusi udara, seperti mengurangi aktivitas di luar ruangan, menghindari aktivitas fisik berat di luar ruang, dan memakai masker.](https://assetd.kompas.id/cIchsu95YNIpdVuPAy4i5mjhIMM=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F09%2F07%2Fee93f1de-058a-441c-a755-b591f8553523_jpg.jpg)
Karyawan mengenakan masker melintasi jalur pedestrian di Jalan Sudirman, Jakarta Selatan, Kamis (7/9/2023). Masyarakat dapat melakukan sejumlah cara untuk meminimalkan pajanan polusi udara, seperti mengurangi aktivitas di luar ruangan, menghindari aktivitas fisik berat di luar ruang, dan memakai masker.
JAKARTA, KOMPAS — Implementasi kebijakan kerja dari rumah bagi aparatur sipil negara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak berpengaruh atasi polusi udara Jabodetabek. Data menunjukkan tingkat polutan debu partikulat 2,5 mikron (PM 2,5) dan gas nitrogen dioksida (NO2) justru meningkat.
Tim Jurnalisme Data Kompas pada Selasa (12/9/2023) menemukan bahwa selama tiga pekan pertama bulan Agustus hingga jelang penerbitan implementasi kerja dari rumah (work from home/WFH) pada 21 Agustus, rata-rata konsentrasi PM 2,5 di Jakarta mencapai 45,85 mikrogram per meter kubik (µg/m3).