logo Kompas.id
β€Ί
Ilmu Pengetahuan & Teknologiβ€ΊPemulihan Lahan Basah ke...
Iklan

Pemulihan Lahan Basah ke Kondisi Alami Butuh Waktu Lama

Studi menunjukkan bahwa diperlukan waktu bertahun-tahun bagi lahan basah yang direstorasi untuk mencapai keragaman tanaman yang signifikan jika hanya mengandalkan proses biologis spontan.

Oleh
ICHWAN SUSANTO
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/FpUbIEFdxXa6jYcxA8RND8NSu4Q=/1024x685/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F10%2F8a03ad5c-224c-4922-9636-0be977e3e072_jpg.jpg
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN

Pembukaan kanal dan kebun sawit mengeruk gambut di penyangga Taman Nasional Berbak Sembilang (TNBS), Tanjung Jabung Timur, Jambi, Rabu (6/10/2021). Pembangunan untuk kepentingan skala besar membebani lingkungan dan menyebabkan rentetan masalah baru. Tampak alat berat membuka lahan berlatar hamparan vegetasi di dalam kawasan TNBS.

Lahan basah seperti pada ekosistem gambut, rawa, dan mangrove menjadi penyimpan karbon yang jauh lebih tinggi dari hutan hujan tropis sekalipun. Selain itu, ekosistem pada lahan basah pun merupakan rumah bagi aneka ragam flora dan fauna unik.

Karena tuntutan kebutuhan ladang/perkebunan, permukiman, ataupun berbagai infrastruktur, lahan basah diuruk dan dikeringkan agar mudah dimanfaatkan menjadi berbagai peruntukan tersebut. Akibatnya, lahan basah menjadi kering dan menjadi pelepas emisi gas rumah kaca yang sangat tinggi. Bahkan, gambut yang mengering bisa menjadi bahan bakar yang memperparah kebakaran hutan dan lahan.

Editor:
Adhitya Ramadhan
Bagikan