logo Kompas.id
HumanioraHening Baduy Menjalani Kawalu ...
Iklan

Hening Baduy Menjalani Kawalu di Tengah Riuh Pemilu

Hiruk pikuk Pemilu 2024 nyaris tak terdengar di kawasan Baduy Dalam. Warganya tenteram menjalani adat bulan Kawalu.

Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
· 5 menit baca
Warga Baduy Dalam (berpakaian putih) berjalan di antara pengunjung yang melewati kawasan Baduy Luar di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, Sabtu (10/2/2024). Warga Baduy Dalam menjalani bulan Kawalu pada 13 Februari hingga 13 Mei 2024.
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA

Warga Baduy Dalam (berpakaian putih) berjalan di antara pengunjung yang melewati kawasan Baduy Luar di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, Sabtu (10/2/2024). Warga Baduy Dalam menjalani bulan Kawalu pada 13 Februari hingga 13 Mei 2024.

Di tengah riuh Pemilu 2024, tiga kampung di kawasan Baduy Dalam justru tenggelam dalam keheningan menjalani bulan Kawalu. Nyaris tidak ada obrolan politik. Dengan memegang prinsip Lunang (ikut yang menang), urang Kanekes menjaga kerukunan dan mencegah keterbelahan karena perbedaan pilihan.

Setelah melalui jalan berbatu dan berlumpur sejauh 9 kilometer, rombongan pengunjung tiba di jembatan bambu yang menghubungkan kawasan Baduy Luar dan Baduy Dalam di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, Sabtu (10/2/2024). Sekitar enam jam berjalan kaki terasa melelahkan. Di bawah guyuran hujan, kaki dipaksa terus melangkah ”menaklukkan” sejumlah tanjakan dengan kemiringan lebih dari 45 derajat.

Menjelang ujung jembatan, telepon genggam dan peralatan elektronik lainnya dipadamkan. Pengunjung juga diingatkan untuk tidak menggunakan sabun, sampo, dan pasta gigi selama berada di Baduy Dalam. Ketentuan ini merupakan aturan adat yang telah diterapkan turun-temurun.

Lihat juga: Baduy Luar Bersiap Gelar Pemilu

Kawasan Baduy Dalam terdiri atas tiga kampung, yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Warganya yang disebut sebagai urang Kanekes menjalani bulan Kawalu pada 13 Februari hingga 13 Mei 2024. Selama masa itu, Baduy Dalam ditutup bagi pengunjung.

Kawalu merupakan tradisi warga Baduy untuk mengungkap rasa syukur atas hasil panen pertanian. Mereka juga menjalani puasa dan tradisi lain seperti berburu. Waktunya ditentukan oleh Puun (pemuka adat).

Pengunjung menyeberangi jembatan bambu untuk masuk ke Kampung Cibeo di kawasan Baduy Dalam, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, Sabtu (10/2/2024).
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA

Pengunjung menyeberangi jembatan bambu untuk masuk ke Kampung Cibeo di kawasan Baduy Dalam, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, Sabtu (10/2/2024).

Kampung yang terletak di tengah hutan di Pegunungan Kendeng itu jauh dari hiruk pikuk politik Pemilu 2024. Tidak ada satu pun baliho atau spanduk politik, apalagi tempat pemungutan suara (TPS).

Di alun-alun Kampung Cibeo, sejumlah laki-laki dewasa membicarakan persiapan untuk berburu tupai, kelinci, dan kancil. Mereka menggunakan pakaian khas Baduy Dalam dengan baju atau jamang dan ikat kepala atau telekung putih serta mengenakan bawahan atau kain samping berwarna hitam.

Sementara remaja dan pemuda pergi ke hutan memanen durian, manggis, dan cempedak. Adapun para ibu atau ambu merawat padi huma di ladang perbukitan.

Tidak boleh kampanye dan memasang atribut politik. Takutnya nanti warga terpecah karena beda pilihan.

Nyaris tidak ada obrolan mengenai pemilihan presiden dan anggota legislatif yang saat ini sedang ramai dibicarakan di banyak tempat. Ayah Naldi (43), warga Kampung Cibeo, mengatakan, dalam pemilu, masyarakat Baduy Dalam menerapkan prinsip Lunang atau milu kanu meunang (ikut yang menang).

”Prinsip ini sudah dijalani turun-temurun. Kami ikut yang menang karena tidak ingin terbelah akibat berbeda pilihan politik,” ujarnya.

Ayah Naldi (43), warga Kampung Cibeo, Baduy Dalam, saat ditemui di kawasan Baduy Luar, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, Sabtu (10/2/2024).
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA

Ayah Naldi (43), warga Kampung Cibeo, Baduy Dalam, saat ditemui di kawasan Baduy Luar, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, Sabtu (10/2/2024).

Lunang berarti legawa atau ikhlas mematuhi dan menerima siapa pun calon pemimpin yang menang. Prinsip ini sering sekali dipersepsikan sebagai golput oleh berbagai pihak meskipun sebenarnya banyak masyarakat Baduy Dalam yang tidak memahami istilah golput tersebut.

Akan tetapi, bukan berarti warga Baduy Dalam dilarang menggunakan hak pilihnya. Mereka tetap bisa mencoblos di TPS yang terletak di kawasan Baduy Luar. Namun, saat hasil pemilihan sudah keluar, warga diminta mengikuti pemenangnya dan tidak mempersoalkan perbedaan pilihan politik.

Iklan

Hal ini ditujukan untuk menjaga kerukunan warga Baduy. Sejak lama, mereka hidup bergotong royong dan memuliakan alam. Dengan berbagai keterbatasan, mereka justru mengendalikan keinginan agar bisa hidup tenteram.

Baca juga: Sunyinya Pembicaraan Capres di Masyarakat Adat

Kerukunan antarwarga lahir dari kebiasaan mereka bekerja sama dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Saat menanam dan memanen padi huma, misalnya, warga akan mengajak kerabat dan tetangganya untuk membantu. Hal ini dilakukan bergiliran dari satu petak ladang ke petak lainnya.

Warga Baduy Dalam (berpakaian putih) berjalan di antara pengunjung yang melewati leuit (lumbung padi) di kawasan Baduy Luar, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, Sabtu (10/2/2024).
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA

Warga Baduy Dalam (berpakaian putih) berjalan di antara pengunjung yang melewati leuit (lumbung padi) di kawasan Baduy Luar, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, Sabtu (10/2/2024).

Warga Baduy Dalam juga tidak mengenal hak kepemilikan lahan. Mereka menerapkan sistem pemanfaatan lahan bersama atas tanah ulayat.

Secara turun-temurun, masyarakat Baduy diajarkan untuk hidup melestarikan alam. Konsep lahan dibagi dalam tiga jenis, yaitu hutan larangan, hutan dudungusan, dan hutan garapan. Pembagian ini menjadi modal penting untuk mengendalikan pemanfaatan lahan.

Dalam buku Badujs en Moslims (2022), Nicolaas Johannes Cornelis Geise menyebutkan, penduduk Baduy Dalam menetapkan bidang tanah yang luas sebagai taneuh atau tanah terlarang. Penetapan ini mempunyai dampak religius, yaitu sejumlah ketentuan larangan yang bersifat teritorial di kawasan tersebut.

Memprioritaskan kawalu

Meski mempunyai pilihan untuk menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2024, mayoritas masyarakat Baduy Dalam diprediksi lebih memilih bertahan di perkampungan. Hal ini karena mereka memprioritaskan menjalani bulan Kawalu sebagai tradisi adat.

Petugas membawa logistik Pemilu 2024 dari Panitia Pemungutan Suara (PPS) Desa Kanekes, Leuwidamar, Lebak, Banten, menuju TPS 016 di Kampung Cipaler Baduy Luar, Selasa (13/2/2024). Berdasar KPU Lebak, pada pemilu kali ini terdapat 27 TPS di Desa Kanekes.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Petugas membawa logistik Pemilu 2024 dari Panitia Pemungutan Suara (PPS) Desa Kanekes, Leuwidamar, Lebak, Banten, menuju TPS 016 di Kampung Cipaler Baduy Luar, Selasa (13/2/2024). Berdasar KPU Lebak, pada pemilu kali ini terdapat 27 TPS di Desa Kanekes.

Kawalu berjalan selama tiga bulan. Di setiap bulannya terdapat satu hari berpuasa untuk membersihkan diri dari hawa nafsu yang buruk. Warga yang berada di ladang pun akan kembali ke permukiman.

”Kalau memang mau, warga masih diperbolehkan mencoblos di Baduy Luar. Namun, karena sekarang sedang bulan Kawalu, kebanyakan warga kemungkinan tetap berada di Baduy Dalam untuk mengikuti tradisi adat,” ujar Ayah Nardi (65), warga Kampung Cibeo.

Selain karena prinsip Lunang, ada beberapa faktor yang membuat warga Baduy Dalam tidak menggunakan hak pilihnya, salah satunya tingginya tingkat buta huruf. Sebab, terdapat tradisi yang melarang mereka bersekolah formal.

Baca juga: Baduy, Tenteram dalam Dekapan Alam

Alhasil, mereka akan kesulitan untuk mengisi formulir yang dibutuhkan dalam proses pemilu. Sementara di Baduy Luar, warganya lebih antusias untuk menggunakan hak pilih.

Warga Baduy Luar membuat tas koja di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, Sabtu (10/2/2024).
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA

Warga Baduy Luar membuat tas koja di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, Sabtu (10/2/2024).

Dani (33), warga Kampung Legok Jeruk, mengatakan, masyarakat Baduy Luar yang disebut sebagai panamping sudah rutin menggunakan hak pilih dalam pemilu atau pilkada sebelumnya. Hal itu sebagai bentuk partisipasi mereka dalam kontestasi politik yang melahirkan suksesi pemerintahan.

Akan tetapi, meskipun aturan adatnya lebih longgar, kampanye terbuka tetap dilarang di Baduy Luar. Larangan bertujuan untuk mencegah polarisasi warga karena perbedaan dukungan politik.

”Tidak boleh kampanye dan memasang atribut politik. Takutnya nanti warga terpecah karena beda pilihan. Mencoblos dipersilakan. Kami cuma tidak ingin ketenteraman warga di sini terusik gara-gara pesta politik,” ujarnya.

Editor:
ICHWAN SUSANTO
Bagikan