logo Kompas.id
HumanioraMenanti Komitmen...
Iklan

Menanti Komitmen Capres-Cawapres Menegakkan Kemerdekaan Pers

Menjelang Pemilu 2024, masyarakat pers menanti komitmen calon presiden dan wakil presiden menegakkan kemerdekaan pers.

Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
· 4 menit baca
Puluhan jurnalis di Banda Aceh, Provinsi Aceh, menggelar unjuk rasa di depan Kantor Kepolisian Daerah Aceh, Kamis (9/1/2020).
KOMPAS/ZULKARNAINI

Puluhan jurnalis di Banda Aceh, Provinsi Aceh, menggelar unjuk rasa di depan Kantor Kepolisian Daerah Aceh, Kamis (9/1/2020).

Ancaman terhadap kemerdekaan pers tidak kunjung mereda. Serangan kepada jurnalis, media, dan narasumber terus meningkat. Beberapa regulasi berpotensi menjerat kebebasan pers. Menjelang Pemilu 2024, masyarakat pers menanti komitmen calon presiden dan wakil presiden menegakkan kemerdekaan pers di Tanah Air.

Laporan tahunan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers pada 2023 mencatat 87 serangan terhadap jurnalis, media, dan narasumber sepanjang tahun lalu. Korbannya sebanyak 126 individu dan organisasi atau media.

Jumlah serangan itu meningkat dibandingkan tahun 2022 sebanyak 51 kekerasan dengan 113 korban individu dan organisasi. Peningkatan ini mengindikasikan masih kuatnya ancaman kemerdekaan pers di Indonesia.

Selain kekerasan fisik, serangan terhadap pers terjadi di ruang digital dan secara verbal. Pelakunya dari berbagai latar belakang, seperti oknum aparat, pejabat publik, preman, pengusaha, anggota organisasi masyarakat, satpam, pegawai swasta, dan kerabat pejabat.

Sejumlah kartu pers ditaruh di lantai dan ditaburi mawar dalam unjuk rasa yang diadakan masyarakat pers Sumbar untuk mengecam upaya penghalang-halangan kerja jurnalis oleh staf Pemerintah Provinsi Sumbar di depan Kantor Gubernur Sumbar, Kota Padang, Sumbar, Rabu (10/5/2023).
KOMPAS/YOLA SASTRA

Sejumlah kartu pers ditaruh di lantai dan ditaburi mawar dalam unjuk rasa yang diadakan masyarakat pers Sumbar untuk mengecam upaya penghalang-halangan kerja jurnalis oleh staf Pemerintah Provinsi Sumbar di depan Kantor Gubernur Sumbar, Kota Padang, Sumbar, Rabu (10/5/2023).

Bentuk kekerasannya juga beragam, di antaranya penganiayaan, penyekapan, penembakan, perampasan alat kerja, dan ancaman. Ada juga kekerasan seksual, teror, penghapusan data, penghalang-halangan liputan, serta serangan siber.

Gelombang ancaman terhadap pers yang tak kunjung surut menunjukkan kebebasan pers di Indonesia tidak baik-baik saja. Kondisi ini tak boleh dibiarkan karena merupakan ancaman serius bagi demokrasi.

Baca juga: Momentum Mengembalikan Peran Media sebagai ”Penjaga Gerbang” Informasi

Pemilu 2024 menjadi momentum untuk menggaungkan kembali kesungguhan memperjuangkan kemerdekaan pers. Masyarakat pers pun menanti komitmen ketiga pasangan capres dan cawapres yang akan berkontestasi dalam pesta demokrasi.

Dewan Pers mengajak ketiga pasangan capres-cawapres, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, menyatakan komitmen mereka terhadap kemerdekaan pers.

Penyampaian deklarasi komitmen tersebut akan diselenggarakan pada 7 Februari 2024 di Gedung Dewan Pers, Jakarta.

Selain kekerasan fisik, serangan terhadap pers juga terjadi di ruang digital dan secara verbal. Pelakunya dari berbagai latar belakang, seperti oknum aparat, pejabat publik, preman, pengusaha, dan anggota organisasi masyarakat.

Hal itu disampaikan Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu di hadapan tim pemenangan pasangan capres dan cawapres di Jakarta, Rabu (17/1/2024).

Menurut dia, masyarakat pers ingin ketiga capres-cawapres hadir dalam deklarasi itu. ”Bila ada yang tidak bisa hadir, masyarakat tentu akan menafsirkan dan bisa memberi penilaian atas komitmen mereka terhadap kemerdekaan pers,” ujarnya.

Iklan

Akan tetapi, deklarasi itu bukanlah debat pasangan capres-cawapres. Sebab, jika debat digelar dan terjadi selisih pendapat, akan sulit untuk mencari kesimpulan akhir dari perbedaan pendapat yang tajam.

”Debat capres-cawapres yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah berakhir pada 4 Februari. Itu merupakan debat terakhir. Kami tidak ingin membuat masyarakat malah bingung jika masih ada debat lagi,” kata Ninik.

Anggota Dewan Pers yang juga Ketua Panitia Deklarasi Kemerdekaan Pers oleh Capres-Cawapres, Totok Suryanto, mengutarakan, pemilihan tanggal 7 Februari sebagai waktu deklarasi agar tak mengganggu sisa masa kampanye. Pihaknya hanya meminta waktu satu jam untuk menghadiri deklarasi tersebut.

Ketiga calon presiden (kanan ke kiri) Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo mengikuti debat yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Kantor KPU, Jakarta, Selasa (12/12/2023).
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Ketiga calon presiden (kanan ke kiri) Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo mengikuti debat yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Kantor KPU, Jakarta, Selasa (12/12/2023).

”Kami yakin ketiga capres-cawapres tidak keberatan dan punya komitmen tinggi terhadap kemerdekaan dan kualitas pers nasional,” ujarnya.

Totok mengatakan, pers memiliki posisi strategis dalam konstelasi politik nasional. Apalagi, pers merupakan pilar keempat demokrasi. Indeks kemerdekaan pers (IKP) nasional pun turut memengaruhi tingkat demokrasi suatu negara.

Selain 11 konstituen Dewan Pers yang akan menerima komitmen deklarasi capres-cawapres untuk kemerdekaan pers, Dewan Pers juga akan mengundang pimpinan media massa dan tokoh-tokoh pers. Ia berharap tokoh pers ikut menjadi saksi komitmen para pasangan calon presiden-wapres.

”Kapolri dan panglima TNI juga kami undang. Kedua institusi itu sudah berkomitmen menjaga netralitasnya dalam pemilu,” ucapnya.

Penyidik Polresta Jayapura melakukan olah tempat kejadian perkara di lokasi meledaknya bom rakitan di samping rumah pengurus Aliansi Jurnalis Independen Indonesia, Victor Mambor, di Jayapura, Papua, Senin (23/1/2023).
DOKUMENTASI AJI JAYAPURA

Penyidik Polresta Jayapura melakukan olah tempat kejadian perkara di lokasi meledaknya bom rakitan di samping rumah pengurus Aliansi Jurnalis Independen Indonesia, Victor Mambor, di Jayapura, Papua, Senin (23/1/2023).

Preseden buruk

Minimnya keseriusan negara dalam memberikan perlindungan hukum membuat jaminan keamanan jurnalis dan media makin tidak pasti. Apalagi praktik penanganan kasus serangan terhadap kemerdekaan pers yang berlarut-larut atau undue delay masih langgeng.

Menurut Direktur LBH Pers Ade Wahyudin, penanganan kekerasan pada jurnalis tidak mengalami kemajuan signifikan. Hal ini tergambar dari sembilan kasus kekerasan pada jurnalis atau media yang dilaporkan kepada pihak kepolisian tak kunjung diselesaikan. Bahkan, tidak ada informasi perkembangan kasusnya.

Kasus tersebut di antaranya adalah penganiayaan terhadap jurnalis LKBN Antara Makassar pada 2019, penghalangan aktivitas jurnalistik Kompas.com saat meliput demonstrasi revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pada 2019.

Beberapa kasus lainnya ialah penganiayaan jurnalis Katadata.id, Tirto.id, dan Narasi pada 2019, serta kasus serangan siber kepada Tirto.id, Tempo.co, Liputan6.com, dan Narasi TV. Kasus-kasus tersebut menguap dan tidak kunjung dibawa ke ruang pengadilan untuk mengadili pelaku kekerasan.

Baca juga: Jebakan Algoritma di Tengah Banjir Berita ”Politainment”

Para jurnalis saat berusaha meminta keterangan kepada bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo setelah menjalani pemeriksaan lanjutan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/11/2023).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Para jurnalis saat berusaha meminta keterangan kepada bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo setelah menjalani pemeriksaan lanjutan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/11/2023).

”Kasus-kasus undue delay seperti ini tidak baik bagi iklim yang mengakui kebebasan pers. Tidak diprosesnya pelaku pelanggaran kebebasan pers menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers,” ucapnya.

Tiga pasangan capres-cawapres telah menjanjikan dukungan mereka terhadap kemerdekaan pers yang tertuang dalam dokumen visi dan misi masing-masing. Namun, komitmen itu harus terus diuji dan ditagih agar tidak sekadar janji dan kembali gagal terealisasi.

Editor:
EVY RACHMAWATI
Bagikan