logo Kompas.id
β€Ί
Humanioraβ€ΊSindrom Hutan Kosong dan Masa ...
Iklan

Sindrom Hutan Kosong dan Masa Depan Punan Batu

Sindrom hutan kosong telah melanda hutan Indonesia, terutama di Kalimantan. Tak hanya mengganggu rantai kehidupan liar, hal ini juga berdampak bagi pemburu dan peramu Punan Batu.

Oleh
AHMAD ARIF
Β· 1 menit baca
Masyarakat Punan Batu tengah makan bersama umbi-umbian dan hewan buruan, Kamis (1/6/2023). Pemburu dan peramu terakhir di Kalimantan ini belakangan semakin sulit untuk mendapatkan hewan buruan, terutama babi hutan karena wabah virus flu babi Afrika (<i>African swine fever</i>).
KOMPAS/AHMAD ARIF

Masyarakat Punan Batu tengah makan bersama umbi-umbian dan hewan buruan, Kamis (1/6/2023). Pemburu dan peramu terakhir di Kalimantan ini belakangan semakin sulit untuk mendapatkan hewan buruan, terutama babi hutan karena wabah virus flu babi Afrika (African swine fever).

Hampir tiga tahun terakhir, pepohonan di Hutan Banau Sajau, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, tak lagi berbunga. Tiadanya bunga berarti tiada buah-buahan, lebah, dan madu. Hutan juga semakin kosong karena banyak binatang menghilang, terutama babi liar yang terserang wabah mematikan sejak beberapa tahun terakhir.

Sepanjang hidupnya, Akim (Paman) Asut, tetua Punan Batu, tinggal di dalam Hutan Banau Sajau. Dia lahir dan besar di hutan primer. Punan Batu merupakan pemburu dan peramu terakhir di Kalimantan, yang hidup seminomaden di hutan. Mereka menggantungkan hidup dari berburu dan meramu hasil hutan.

Editor:
ICHWAN SUSANTO
Bagikan