Perlindungan Anak
Kekerasan pada Anak Masih Tetap Tinggi
Kekerasan pada anak hingga kini masih menjadi fenomena gunung es. Sejumlah anak yang menjadi korban kekerasan mulai berani berbicara dan melaporkan kasus yang menimpanya. Pelaku terbanyak adalah orang terdekat anak.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F11%2F30%2F50e6cf71-d4cc-4380-a62b-4f3a1fb04088_jpeg.jpg)
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati (tengah) berfoto bersama Subandi (Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pembangunan Masyarakat dan Kebudayaan Bappenas), Sarpono (Direktur Pengembangan Metodologi Sensus dan Survei BPS), Ignatius Praptoraharjo (Ketua Tim Penulis SNPHAR 2021), Susanto (Ketua KPAI), serta jajaran pimpinan Kementerian PPPA pada peluncuran hasil pengolahan data dan analisis SNPHAR 2021, Rabu (30/11/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Prevalensi kekerasan terhadap anak dan remaja di Indonesia dalam tiga tahun terakhir lebih rendah dibandingkan tiga tahun yang lalu. Namun, kejadian kekerasaan terhadap anak dalam bentuk apa pun masih tinggi. Bahkan, gangguan kesehatan mental dan kekerasan yang dialami anak-anak cukup tinggi.
Hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2021 yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menemukan, persentase perempuan remaja (berusia 13-17 tahun) di perkotaan dan perdesaan yang memiliki gejala permasalahan kesehatan jiwa lebih tinggi dibandingkan laki-laki dalam usia yang sama.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 5 dengan judul "Kekerasan pada Anak Masih Tetap Tinggi".
Baca Epaper Kompas