KERACUNAN
Indonesia Memerlukan Pusat Kontrol Racun
Ancaman keracunan, dari bahan kimia ataupun dari aneka binatang berbisa sangat besar. Karena itu, Indonesia seharusnya memiliki pusat kontrol racun yang melakukan pengawasan, deteksi, dan respons cepat.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F10%2F26%2F58ccec06-423f-4dba-9c53-385b603c0522_jpg.jpg)
Pegawai toko minimarket di kawasan Kramat, Jakarta, menarik produk obat sirup yang mengandung paracetamol, Kamis (20/10/2022). Kementerian Kesehatan mengeluarkan edaran bagi sejumlah pihak, termasuk tenaga kesehatan dan apotek, untuk menghentikan sementara pemberian obat dalam bentuk cair atau sirop karena diduga memicu gangguan ginjal akut pada anak. Penyelidikan dilakukan terkait kemungkinan cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).
JAKARTA, KOMPAS — Besarnya kasus dan korban jiwa akibat gangguan ginjal akut pada anak-anak menunjukkan ketidaksiapan menghadapi masalah keracunan. Mengingat besarnya ancaman keracunan, baik dari bahan kimia maupun dari aneka binatang berbisa, Indonesia seharusnya memiliki pusat kontrol racun yang melakukan pengawasan, deteksi, dan respons cepat.
”Kasus keracunan trennya meningkat dan korbannya sangat banyak, baik meninggal maupun memicu kecacatan. Namun keracunan masih menjadi sumber masalah kesehatan yang neglected (diabaikan) di Indonesia,” kata Tri Maharani, dokter spesialis emergensi yang juga Presiden Toxynologi Indonesia, di Jakarta, Senin (31/10/2022).
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 1 dengan judul "Indonesia Memerlukan Pusat Kontrol Racun".
Baca Epaper Kompas