ekonomi digital
Biaya Perekrutan Karyawan Baru ”Start Up” di ASEAN Dikurangi
Bekerja di ”start up” tetap menarik bagi pekerja yang mencari kemajuan karier dan pengembangan pribadi secara cepat.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F10%2F02%2F1bc94211-13ba-42e2-8593-5d9679928132_jpg.jpg)
Sejumlah pekerja menyeleksi baterai untuk keperluan daya kendaraan listrik di bengkel kerja Ultima Desain Otomotif, Sukolilo, Kota Surabaya, Jawa Timur, Jumat (9/9/2022). Empat perusahaan start up, yaitu Braja Elektrik Motor, Ultima Desain Otomotif, Solusi Produk Indonesia, dan Wiksa Daya Pratama, menjalin kerja sama di bidang pengembangan kendaraan listrik.
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 41 persen perusahaan rintisan bidang teknologi digital atau start up di Asia Tenggara mengalami penurunan anggaran perekrutan karyawan baru sepanjang 2023. Penyebab utama hal itu terjadi adalah akses terhadap pendanaan ke investor yang kian berkurang. Situasi itu terungkap dalam laporan riset ”Southeast Asia Startup Talent Trends Report 2024” yang baru-baru ini dirilis Glints dan Monk’s Hill Capital.
Meski anggaran perekrutan baru menurun, sekitar 78 persen start up di Asia Tenggara masih berupaya merekrut tenaga profesional yang mampu mendukung perusahaan untuk berekspansi dan berinovasi. Hanya 19 persen start up menyatakan tidak ada perekrutan baru dan 3 persen start up yang menyatakan tidak yakin akan membuka lowongan pekerjaan baru.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 10 dengan judul "Biaya Perekrutan Baru "Start Up" di ASEAN Dikurangi".
Baca Epaper Kompas