Kapasitas Penyerapan Bauksit di Dalam Negeri Perlu Dimitigasi
Pelaku usaha memandang perlu adanya mitigasi terkait kesiapan penyerapan bijih bauksit untuk diolah di dalam negeri serta kebutuhan pendanaan untuk pembangunan smelter.
![Pembangunan smelter bauksit milik PT Well Harvest Winning Alumina Refinery di Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, Selasa (4/8/2016).](https://cdn-assetd.kompas.id/mWnO6OzkhrwL5q3otpRRa88i_9w=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2018%2F01%2F30%2F59e0075b-cdf1-4ae4-a28c-410babee181b_jpg.jpg)
Pembangunan smelter bauksit milik PT Well Harvest Winning Alumina Refinery di Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, Selasa (4/8/2016).
JAKARTA, KOMPAS - Kendati sesuai dengan aturan yang berlaku, penerapan larangan ekspor bijih bauksit pada Juni 2023 berpotensi membuat sekitar 40 juta ton tak bisa diserap fasilitas pemurnian atau smelter. Kalangan pengusaha berharap peta jalan hilirisasi bauksit dikaji ulang karena memerlukan waktu. Salah satu yang perlu didorong, pembentukan konsorsium.
Pelaksana Harian Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) Ronald Sulistyanto, saat dihubungi Kamis (22/12/2022) mengatakan, penghentian ekspor bauksit per Juni 2023 bukan hal yang mengagetkan. Pasalnya, itulah amanah Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009, yang diubah dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.