KETENAGAKERJAAN
Hilangnya Para Pekerja
Defisit pekerja yang kini membuat dunia usaha ketar-ketir memang dapat mendisrupsi rantai pasok dunia. Namun, fenomena ini juga mungkin akan menjadi titik balik transformasi budaya kerja menjadi lebih humanis.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F06%2F92ee79f3-03a6-4325-9111-a33039b93bbc_jpg.jpg)
Penumpang komuter menunggu keberangkatan KRL di Stasiun Bekasi, Jawa Barat, Senin (8/6/2020). Mulai Senin (8/6/2021), perkantoran di luar 11 sektor strategis juga boleh beroperasi kembali dengan jumlah orang bekerja separuh dari total pekerja kantor tersebut. Karyawan yang masuk juga harus dibagi dalam dua hingga tiga kelompok agar jam masuk, istirahat, dan pulang kantor berbeda-beda.
Ke mana perginya para pekerja? Di tengah pandemi dan segala kepelikannya, fenomena defisit pekerja atau labor shortage yang sedang muncul di sejumlah negara menjadi anomali baru yang mendatangkan krisis, tetapi juga harapan akan perubahan budaya kerja yang lebih humanis.
Media massa menyebutnya dengan istilah The Great Resignation. Pengunduran diri besar-besaran. Laporan Biro Statistik Tenaga Kerja di Amerika Serikat menunjukkan, 4,3 juta orang atau 2,9 persen dari total angkatan kerja AS memilih berhenti bekerja pada Agustus 2021. Ini merupakan rekor tertinggi sejak tahun 2000.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 9 dengan judul "Hiangnya Para Pekerja".
Baca Epaper Kompas