Bahan Bakar Minyak
Pengurangan Pasokan Premium Harus Disertai Kompensasi
Apabila menjaga lingkungan hidup menjadi tujuan pengurangan penggunaan premium, pemerintah sebaiknya langsung mengarahkannya ke BBM dengan angka oktan di atas 91, disertai skema kompensasi harga se-Indonesia.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F01%2Fe005f3bf-6510-4975-b855-8e34b0eac33e_jpg.jpg)
Mobil tangki yang membawa stok BBM sedang mengisi persediaan BBM ke tempat penyimpanan BBM di SPBU Coco Pertamina Fatmawati, Jakarta, Selasa (14/1/2020). Pertamina menetapkan kuota volume biosolar dan premium untuk tahun 2020 per kota kabupaten berdasarkan keputusan BPH Migas RI No 55/P3JBT/BPH Migas/Kom/2019 dan No 56/P3JBT/BPH Migas/Kom/2019.
JAKARTA, KOMPAS — Upaya pemerintah dalam mengurangi penggunaan premium di wilayah Jawa dan Bali karena faktor lingkungan hidup membutuhkan totalitas. Totalitas itu mencakup penyederhanaan jenis bahan bakar minyak atau BBM beserta skema kompensasi harga agar tetap terjangkau konsumen.
Rencana pengurangan pasokan BBM jenis premium di Jawa dan Bali disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Rabu (2/6/2021), di Jakarta. Rencana tersebut diusulkan untuk diterapkan mulai 2022. Sebagai pengganti, pemerintah mengandalkan BBM jenis pertalite yang dinilai lebih ramah lingkungan.