KORPORASI
Lampu Kuning Utang BUMN
Pada 1998, BUMN ditujukan untuk menghasilkan profit dan mengelola utang negara ke IMF saat krisis moneter 1997-1998. Kini, 23 tahun kemudian, BUMN berbalik membebani perekonomian negara.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F03%2F023b93b4-37ad-43c8-b9bd-19aa4da1b10d_jpg.jpg)
Kepadatan lalu lintas di sekitar proyek jalan tol layang dalam kota seksi A ruas Kelapa Gading-Pulo Gebang di Cakung, Jakarta Timur, Senin (29/3/2021). Proyek tol layang yang menjadi bagian dari proyek enam ruas tol dalam kota ini merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN). Proyek pembangunan Jalan Layang Tol Dalam Kota seksi A ruas Kelapa Gading-Pulo Gebang ditargetkan selesai pada Juli 2021 dan diharapkan dapat memecah kepadatan lalu lintas di DKI Jakarta.
”Jangan khawatir dengan utang. Kita masih punya banyak BUMN yang bisa didayagunakan untuk membayar utang-utang itu,” demikian kata-kata Presiden Soeharto seusai menandatangani letter of intent pinjaman siaga (standby loan) senilai 43 miliar dollar AS dari Dana Moneter Internasional (IMF), pada 15 Januari 1998.
Kata-kata itu dikisahkan ulang oleh Menteri BUMN pertama (1998-1999) Tanri Abeng dalam tulisannya ”BUMN di Tangan Erick” (Kompas, 13 Maret 2020). Menurut Tanri, momen itu menjadi cikal bakal dikelolanya BUMN secara korporasi demi menghasilkan profit dan membantu membayar utang negara, serta awal mula dibentuknya Kementerian BUMN.