logo Kompas.id
›
Pendidikan & Kebudayaan›KBBI Dulu dan Kini
Iklan

Kolom Bahasa

KBBI Dulu dan Kini

Kebutuhan untuk menyediakan sumber rujukan yang mutakhir dan andal telah membuat tim editor KBBI berbenah. Pemutakhiran dilakukan dalam tiga aspek, yaitu isi, cara kerja, dan format penyajian.

Oleh
Dora Amalia
· 1 menit baca
https://assetd.kompas.id/I8xUEFHlEhM6iiglD_Hl1G2FGZo=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F04%2F20180409_131153.jpg
KOMPAS/M PASCHALIA JUDITH J

Kepala Bidang Pengembangan Pusat Pengembangan dan Pelindungan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dora Amalia (ketiga dari kiri); dosen Sastra Indonesia Universitas Indonesia, Nazarudin (kedua dari kiri); editor Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dari Balai Bahasa Jawa Barat, Asep Rahmat Hidayat (kanan); dan anggota tim penyusun KBBI edisi pertama hingga keempat, Abdul Gaffar Ruskhan (kedua dari kanan); dalam lokakarya pemutakhiran KBBI di Jakarta, Senin (9/4/2018).

Di antara kamus umum yang ada di Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mungkin merupakan kamus yang paling sering dijadikan rujukan, terlebih-lebih ketika muncul polemik tentang  definisi dari suatu kata atau istilah. Kita mungkin masih ingat bagaimana sebagian besar khalayak memperdebatkan makna mudik dan pulang kampung atau definisi kata perempuan beserta subentri gabungan kata di bawahnya.

Semua peristiwa itu sesungguhnya menunjukkan adanya keinginan dari khalayak untuk mencari tahu dari sumbernya walaupun hal itu dilakukan dengan berbagai tingkat keterampilan merujuk yang beragam, bahkan tidak jarang terjadi salah kutip.

Editor:
Aloysius Budi Kurniawan
Bagikan

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 5 dengan judul "KBBI Dulu dan Kini".

Baca Epaper Kompas
Terjadi galat saat memproses permintaan.
Memuat data...
Memuat data...