logo Kompas.id
โ€บ
Pendidikan & Kebudayaanโ€บMeluruskan Kekeliruan dan...
Iklan

Meluruskan Kekeliruan dan Disinformasi Seputar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual terus mengancam perempuan dan anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan. Namun, hingga kini para korban menghadapi jalan buntu untuk mencari keadilan karena adanya kekosongan hukum.

Oleh
Sonya Hellen Sinombor
ยท 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/QQKPMsKySQ7ULz2b473azuBoT88=/1024x684/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F03%2Fc3d4a3a9-2996-4e67-9658-010e6b8da11b_JPG.jpg
KOMPAS/YOLA SASTRA

Aktivis perempuan yang tergabung dalam Jaringan Peduli Perempuan menggelar aksi diam dalam peringatan Hari Perempuan Internasional di jalan depan Kantor DPRD Sumatera Barat, Padang, Sumbar, Senin (8/3/2021). Melalu tulisan di kertas karton, mereka menuntut pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual karena angka kekerasan seksual masih relatif tinggi, termasuk di Sumbar.

Kekerasan seksual tidak mengenal waktu dan tempat. Bahkan dalam kondisi pandemi Covid-19 pun,  kejahatan kemanusiaan yang merendahkan martabat manusia terus berlangsung, tak berjeda. Siapa pun bisa jadi korban, mulai dari perempuan hingga anak-anak, baik perempuan maupun laki-laki. Begitu juga pelaku. Bukan hanya orang orang, keluarga dekat dan oknum aparat penegak hukum pun jadi pelaku.

Daftar kasus kekerasan seksual terus memanjang. Sementara kehadiran Undang-Undang  Penghapusan Kekerasan Seksual yang diharapkan menjadi jalan untuk mencegah dan melindungi korban kekerasan seksual tak kunjung terwujud. Di sisi lain, suara penolakan atas Rancangan Undang-Undang  (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual tersebut tak berhenti.

Editor:
Ichwan Susanto
Bagikan