Banjir Informasi
Tsunami Informasi dan Matinya Deontologi Jurnalisme
Dengan tidak dipedulikannya deontologi jurnalisme, maka etika komunikasi pun diabaikan. Sehingga, ada tiga hal yang tidak dijamin, yaitu verifikasi, independensi dan akuntabilitas.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F06%2F20200628_ENGLISH-JURNALISME_C_web_1593350631.jpg)
Kaos sebagai sarana kampanye antihoaks atau berita bohong dikenakan jajaran pejabat Polda Metro Jaya Jakarta,beberapa waktu lalu.
Sejak 24 Januari 2020 hingga 26 Juni 2021, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia mengumpulkan 1026 hoaks terkait Covid-19. Ribuan informasi bohong itu menyebar melalui jejaring media sosial dengan bermacam-macam ketegori, mulai dari konten palsu, konten salah, konten yang menyesatkan, hingga konten yang dimanipulasi. Tsunami hoaks ini akan terus-menerus menghantam selama masyarakat tidak peduli dengan deontologi jurnalisme.
Tanggal 4 Juni 2021 lalu beredar informasi di sebuah akun Facebook video yang mengklaim bahwa menerima donor darah dari orang yang sudah menerima vaksin Covid-19 berbahaya dan dapat mencemari darah orang yang belum divaksin. "Pendonoran Dari Orang Yang Sudah Divksin Bisa Mencemari Darah Orang Yang Belum Divksin. Mohon Sebarkan Video ini & Sampaikan Pesan Kepada Otoritas Kesehatan Setempat, Untuk Menolak Donor Darah Dari Orang Yang Sudah Div*ksin CV-19," demikian cuplikan narasi unggahan tersebut. Meskipun ditulis dengan berantakan, pesan anonim itu tetap gencar disebarkan.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 2 dengan judul "Tsunami Informasi dan Matinya Deontologi Jurnalisme".
Baca Epaper Kompas