logo Kompas.id
Pendidikan & KebudayaanPenghayat Kepercayaan:...
Iklan

Penghayat Kepercayaan: Sulitnya Kami Menikah secara ”Resmi”

Di tengah berbagai penghargaan yang diterima, masyarakat Sunda Wiwitan di Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, masih mengalami diskriminasi. Salah satunya, pernikahan yang belum diakui oleh negara.

Oleh
Abdullah Fikri Ashri/Dionisius Reynaldo Triwibowo/Sekar Gandhawangi
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/0GPTzb0U6gqL0EOMp15tGJAwJwA=/1024x682/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F02%2Fkompas_tark_17757681_96_0.jpeg
KOMPAS/RINI KUSTIASIH

Penari membawakan Tari Buyung di depan halaman Paseban Tri Panca Tunggal, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Selasa (6/10), dalam puncak acara Seren Taun yang digelar oleh penghayat Sunda Wiwitan. Tarian itu menyimbolkan upaya manusia menyeimbangkan kehidupan, seperti menjaga bokor atau buyung tetap dalam keseimbangan.

Menjelang pernikahannya, Ajat Sudrajat (26) dan Anih Kurniasih (21) malah dirundung kekhawatiran. Ikrar pasangan warga negara Indonesia ini terancam tak  diakui negara. Beragam persoalan pun menghantui mereka.

”Kalau pernikahan belum bisa tercatat di KUA (Kantor Urusan Agama), kami kecewa. Itu, kan, hak warga negara. Kenapa kami, yang minoritas, dipersulit? Padahal, kami melaksanakan kewajiban sebagai warga negara” kata Ajat, Sabtu (29/5/2021).

Editor:
Aloysius Budi Kurniawan
Bagikan