Iklan

Istri Muda

Bagaimana kita seharusnya membaca sisi subversif bahasa tanpa terjebak stigmatisasi? Berikut ini beberapa contoh pemakaian ungkapan yang akhirnya membentuk stigmatisasi.

Oleh
EKO ENDARMOKO
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/riB64JAza5cVmgYLQ9qRY_BYpUg=/1024x575/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F12%2FBAHASA-Kolom_1545409606.png

Daun muda. Apa gerangan di pikiran kita manakala bersemuka dengan kombinasi dua kata itu? Ungkapan yang bernada seksis ini tak pelak menegaskan takrif oleh KBBI, ”wanita atau perempuan muda”. Seksisme segera kita lihat dalam contoh kalimat yang menyusul:  kakek itu masih gemar--.

Katakanlah daun muda tidak sedang memperkatakan makna kiasan, tapi makna sebenarnya; hampir tak ada orang yang mengartikannya daun yang membawa perasaan tidak nyaman—entah karena berduri (bisa melukai) atau berbulu (menimbulkan gatal-gatal) atau beracun (bisa mematikan). Gampang kita menduga, orang akan menafsirkan daun itu sebagai segala daun yang masih tunas, segar, bersih, dan bisa dikonsumsi, seperti lalap pada nasi ulam. Malah kata kerja melalap, seperti terekam dalam kamus kita, juga punya arti ’menyetubuhi, memerkosa’,  selain ’makan,  menghabiskan’,  dan ’mengalahkan dengan mudah’. Di sisi semua itu, kita kenal pula ungkapan yang maknanya berdekatan: istri muda.

Editor:
Aloysius Budi Kurniawan
Bagikan