logo Kompas.id
β€Ί
Utamaβ€ΊSengketa di Laut Natuna Utara,...
Iklan

Sengketa di Laut Natuna Utara, Pengusaha Minta Jangan Ada Sentimen Anti-China

Sengketa perbatasan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Laut Natuna Utara dengan China tak boleh dicampuradukkan dengan hubungan investasi di antara kedua negara. Pengusaha meminta agar jangan ada sentimen anti-China.

Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/NnnjREyYm2-v251wcudYczszSKI=/1024x684/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F01%2Fe43173e4-826e-4d71-b656-07123ad3c312_jpg.jpg
Kompas/Wawan H Prabowo

Presiden Joko Widodo meninjau kesiagaan kapal perang KRI Usman Harun (359) di Pelabuhan Selat Lampa, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, Rabu (8/1/2020). Di depan KRI Usman Harun, Presiden menyampaikan bahwa kunjungannya ke tempat tersebut ingin memastikan penegakan hukum hak berdaulat negara atas kekayaan sumber daya laut di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.

JAKARTA, KOMPAS β€” Sengketa perbatasan di Zona Ekonomi Eksklusif atau ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara dengan China tidak boleh dicampuradukkan dengan hubungan investasi di antara kedua negara. Dalam menyelesaikan konflik tersebut, pelaku usaha meminta Pemerintah Indonesia harus membuat garis pemisah yang tegas antara sengketa wilayah dengan hubungan perdagangan dan investasi.

Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjadja Kamdani menyatakan, Indonesia harus membuat garis pemisah yang tegas antara hubungan perdagangan dan investasi dengan isu perbatasan terkait konflik klaim China atas kawasan Laut Natuna Utara. ”Jangan campur aduk isu perbatasan dengan isu ekonomi, apalagi menjadi sentimen anti-China,” katanya saat dihubungi, Rabu (8/1/2020).

Editor:
khaerudin
Bagikan