logo Kompas.id
β€Ί
Utamaβ€ΊLarangan Bekas Napi Korupsi...
Iklan

Larangan Bekas Napi Korupsi Maju di Pilkada Dicabut

Sebagai gantinya, Peraturan KPU Nomor 18/2019 melimpahkan ke partai politik untuk memutuskan mantan napi korupsi yang ingin maju di pilkada. Saat seleksi oleh partai, bakal calon harus diutamakan bukan terpidana korupsi.

Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA/KURNIA YUNITA RAHAYU
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/6B2MkEYMIA5qg6x7syT3lFg5Of8=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F11%2FTamzil-Ditahan-KPK_84814141_1573397847.jpg
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Bupati Kudus Muhammad Tamzil mengenakan rompi tahanan seusai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, 27 Juli 2019. Tamzil ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan menerima hadiah atau janji pengisian jabatan. Pada 2014, Tamzil divonis bersalah dalam kasus korupsi APBD Kudus. Setelah bebas pada 2015, dia maju menjadi pada Pilkada Kudus 2018 dan terpilih.

JAKARTA, KOMPAS β€” Larangan bagi bekas narapidana korupsi untuk maju dalam pemilihan kepala daerah atau pilkada tidak tertera di Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pencalonan Pilkada. Padahal, sebelumnya, komisi memasukkan larangan itu, salah satunya berkaca pada kasus korupsi kepala/wakil kepala daerah yang berulang.

Saat produk hukum itu masih berupa rancangan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memasukkan larangan tersebut pada Pasal 4 Ayat (1) huruf H. Pasal itu berbunyi, ”Warga negara Indonesia dapat menjadi calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut: bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi.”

Editor:
Antonius Ponco Anggoro
Bagikan