logo Kompas.id
UtamaIntuisi untuk Mati
Iklan

Intuisi untuk Mati

Maestro pelukis Jeihan pernah berkisah, ”Saat mau dibawa ke kuburan, tiba-tiba saya bangun lagi.” Sementara pelukis Arie Smit pernah berkelakar, cara mati di Indonesia terlalu lamban. Saat itu, mereka merasa sudah siap.

Oleh
Putu Fajar Arcana
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/58P6L0ibTO6MHiGif3kJmorzdjc=/1024x1194/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F08%2FCAN_1565170607.jpg
Kompas

Putu Fajar Arcana, wartawan senior Kompas.

Intuisi para seniman cenderung mendahului perhitungan rasional. Kekuatan batinnya yang terlatih dan terolah berpuluh-puluh tahun memunculkan tingkat sensitivitas intuitif yang melebihi rata-rata manusia biasa.

Dalam beberapa tahapan, kepekaan intuisi justru bercampur dengan daya nalar, yang berujung pada kepasrahan hidup. Sewaktu mencapai usia 96 tahun (tahun 2012), pelukis Arie Smit sudah merasa bosan hidup.

Editor:
Sri Rejeki
Bagikan