Pengupahan
Asosiasi Persepatuan Keberatan soal Upah Sektoral
Asosiasi Persepatuan Indonesia meminta kepala daerah menghapus upah minimum sektoral. Namun, kenaikan upah minimum sebesar 8,51 persen tak cukup berarti bagi buruh.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F05%2F20190430_PT-KMK_B_web_1556616480.jpg)
Pekerja menyelesaikan produksi sepatu di PT KMK Global Sports Cikupa, Tangerang, Banten, Selasa (30/4/2019). KMK Global Sports setiap bulan bisa menghasilkan 1,2 juta pasang sepatu olahraga merek Nike dan 300.000 pasang sepatu Converse. Saat ini pabrik tersebut mempekerjakan sekitar 150.000 orang.
JAKARTA, KOMPAS — Asosiasi Persepatuan Indonesia menilai upah minimum sektoral selama ini menambah beban bagi pengusaha. Produk industri padat karya yang berorientasi ekspor jadi melemah daya saingnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri, lewat telepon di Jakarta, Senin (11/11/2019), berpendapat, upah minimum kabupaten/kota sudah terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan kondisi riil industri alas kaki. Aprisindo menilai formula penghitungan upah minimum provinsi atau kota/kabupaten seharusnya melihat kondisi suatu sektor, yakni mengacu angka pertumbuhan sektoral.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 14 dengan judul "Pengusaha Keberatan Soal Upah Sektoral".
Baca Epaper Kompas