Konflik Papua
Menuju Dialog Papua
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F09%2F93fcf1c0-9733-45f1-bc62-a1f721e9c351_jpg.jpg)
Presiden Joko Widodo berfoto bersama dengan tokoh masyarakat Papua, Papua Barat, tokoh agama, dan mahasiswa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (10/9/2019). Pada pertemuan yang digelar sebelumnya di Istana Negara, Joko Widodo akan memenuhi sejumlah permintaan dari perwakilan ini seperti membangun Istana Presiden di Jayapura, pemberdayaan dan pembangunan yang fokus pada sumber daya manusia, dan pemekaran wilayah.
Kekerasan di Papua hanya dapat diakhiri dengan dialog. Dialog terwujud hanya jika Jakarta serius mencari solusi di luar pembangunan ekonomi. Hal ini dikatakan oleh Sidney Jones dalam laporannya, "Radikalisasi dan Dialog di Papua" (ICG, Maret 2010). Jones juga memperingatkan, “semakin lama Jakarta menolak untuk membahas masalah-masalah itu, semakin radikal tuntutan yang akan muncul.” (Indonesia: Kebuntuan yang Semakin dalam di Papua, ICG, 2010).
Gema laporan Sidney Jones semakin terasakan kebenarannya saat ini. Inti masalah di Papua belum berubah 10 tahun setelah laporan itu terbit. Persepsi diperlakukan tidak adil, tidak dihormati, atau tidak diwongke (Bahasa Jawa) sangat dirasakan bukan hanya kalangan masyarakat Papua yang anti-Jakarta, tetapi juga masyarakat kebanyakan.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 6 dengan judul "Menuju Dialog Papua".
Baca Epaper Kompas