PENGHENTIAN GURU SIMALUNGUN
Ombudsman Temukan Dugaan Malaadministrasi
Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Utara menemukan dugaan malaadministrasi atas keputusan Bupati Simalungun yang menghentikan 1.695 guru bukan sarjana dari jabatan fungsionalnya.
![https://assetd.kompas.id/LWQ4OTta-rlmDv-2iQPLQmnnvZQ=/1024x768/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F07%2FIMG_20190723_151417_1563882790.jpg](https://assetd.kompas.id/LWQ4OTta-rlmDv-2iQPLQmnnvZQ=/1024x768/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F07%2FIMG_20190723_151417_1563882790.jpg)
Para guru melengkapi sejumlah berkas di Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Selasa (23/7/2019). Sebanyak 1.695 guru di Pemerintah Kabupaten Simalungun dihentikan dari jabatan fungsional guru dan diminta melengkapi gelar sarjana. Keputusan itu mendapat penolakan dari sejumlah pihak.
MEDAN, KOMPAS — Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Utara menemukan dugaan malaadministrasi atas keputusan Bupati Simalungun Jopinus Ramli Saragih yang menghentikan 1.695 guru bukan sarjana dari jabatan fungsionalnya. Keputusan itu melanggar prinsip peningkatan kualifikasi akademik guru, yaitu tidak boleh meninggalkan tugas mengajar di sekolah.
”Bupati malah menghentikan guru dari jabatan fungsionalnya. Ini membuat para guru tidak boleh mengajar karena telah dicopot dari jabatan fungsional guru. Padahal, Simalungun sendiri kekurangan guru,” kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar di Medan, Jumat (26/7/2019).