Anjani, Peramu Batik Banteng Agung Kota Batu
Selain melestarikan batik banteng agung, Anjani sekaligus memberikan keuntungan ekonomi kepada para pembatik muda.
Anjani Sekar Arum (33), meramu kecantikan dan kekuatan menjadi lembaran-lembaran batik banteng agung. Perpaduan tradisi lokal dan modern dunia adibusana, akhirnya menjelma menjadi karya ikonik di Kota Batu, Jawa Timur.
Darah seni mengalir deras di tubuh Anjani. Ayahnya, Agus Riyanto, adalah seorang pelukis yang pada 2008 berusaha menghidupkan kembali kesenian bantengan dengan mengumpulkan 1600 pelaku seni bantengan sekota Batu. Melihat sang ayah melukis, Anjani juga mencintai seni melukis. Sejumlah karya lahir dari tangannya.
Selanjutnya pada 2010, ia mulai membatik. Dalam waktu singkat, Anjani memutuskan untuk menggeluti seni membatik sebagai panggilan hati. Ia memilih batik banteng agung lantaran terinspirasi gerakan ayahnya melestarikan seni bantengan. Ia ciptakan motif-motif batik bantengan di atas kain.
Waktu berjalan, pada 2014, ia bisa memamerkan 54 lembar kain batik bantengan dalam pameran tunggal di Galeri Raos Kota Batu. Setelah sukses pada pameran pertamanya, Anjani diajak istri Wali Kota Batu, Dewanti Rumpoko, untuk menggelar pameran batik bantengah di Praha, Republik Ceko. Tetapi, dua pekan sebelum hari H, Anjani hanya sanggup membuat 10 lembar kain batik. Itu terjadi lantaran ia kesulitan mencari pembatik yang tekun dan bagus.
Baca juga: Batik Madura, dari Klasik sampai Kontemporer
Kondisi itu makin mempertebal tekad Anjani untuk melestarikan batik banteng agung. Ia makin getol mengenalkan batik banteng agung di Kota Batu. Tetapi itu tidak mudah. Suatu hari pada 2015, ia bertemu dengan seorang anak berusia 9 tahun yang tertarik mempelajari cara membatik. Anjani dengan senang hati melatih anak itu di sanggar dan galeri batik Andaka yang didirikan Anjani pada 2014 di Kota Batu. Selanjutnya, muncul anak-anak lain yang juga ingin belajar membatik.
Tidak terasa, hingga 2017 ada 58 anak yang belajar membatik di sanggarnya. Sebanyak 28 orang di antara mereka menjadi pembatik aktif. Setiap bulan, sanggar itu rata-rata menghasilkan 45 lembar kain batik yang selembarnya dijual antara Rp 300.000-Rp 750.000. Anjani hanya mengambil 10 persen dari hasil penjualan untuk dipakai membeli kain, dan perlengkapan lain. Selebihnya diberikan kepada anak-anak yang membatik.
Jadi, selain melestarikan batik banteng agung, Anjani sekaligus memberikan keuntungan ekonomi kepada para pembatik muda. Hal itulah yang membuat Anjani menjadi penerima penghargaan SATU Indonesia Awards tingkat Nasional untuk kategori Kewirausahaan pada 2017. SATU Indonesia Awards merupakan penghargaan yang diberikan oleh PT Astra International Tbk kepada anak-anak muda yang berkontribusi memajukan dan menginspirasi bangsa.
Sejak menerima penghargaan tersebut, Anjani dilibatkan dalam berbagai kegiatan Astra, baik di Kota Batu maupun di kota-kota lain seperti Yogyakarta. Anjani selanjutnya melangkah lebih jauh. Ia mulai bergelut dengan pemberdayaan masyarakat melalui batik pada 2019 ketika dia pindah ke Desa Binangun Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Sebelumnya, rumah, galeri, dan ruang produksi batik Anjani berada di sekitar Alun-Alun Kota Batu.
Di desa yang mulai didominasi investor dari luar kota, para petani cenderung hanya menjadi bagian dari mesin produksi industri pertanian. Mereka menggantungkan hidupnya pada pemberi kerja. Anjani memahami persoalan itu. Ia pun pelan-pelan coba mengajarkan para petani membatik agar mereka punya sumber penghasilan lain, punya karya, tanpa bergantung pada orang lain.
Walakin, upaya untuk memberdayakan petani ternyata tidak mudah. Pasalnya, tidak semua petani bisa diajak bekerja bersama mencapai target yang dimaksud.
Baca juga:Batik dan Busana Resmi Nasional
Tahun 2023, Anjani baru menyelesaikan program desa binaan di Yogyakarta dan mulai menyeriusi lagi usaha batik di Kota Batu. Kali ini Anjani lebih fokus melibatkan anak-anak muda, mengenalkan teknologi digital, dan menyeriusi wisata edukasi membatik yang sempat dirintis sebelumnya.
Justru, wisata edukasi membatik yang menjadi salah satu pilar ekonomi Anjani. Istri Rizky Handi Alfarizy yang menghidupi 49 pekerjanya itu, menggandeng agen tur dan perjalanan untuk bekerja sama. Dengan demikian wisata edukasi di Galeri Batik Anjani sudah terjadwal setiap bulan. Penikmat wisata ini adalah para siswa, mahasiswa, atau komunitas. Mereka bisa datang berombongan hingga 200-an orang dalam sekali kunjungan.
“Kini paket wisata membatik beserta kuliner yang kami siapkan, cukup membantu mengisi waktu-waktu kosong usaha yang memang tak sebagus dulu. Sekarang kita tidak bisa hanya bergantung pada pendapatan produksi kain batik saja. Namun harus terus berinovasi membuat pakaian batik, hingga membuat paket wisata membatik,” kata perempuan yang tengah hamil 9 bulan itu.
Tidak ingin terpaku sekadar membatik, Anjani dan tim mulai mengikuti perkembangan teknologi digital, yaitu dengan menjual baju batik siap pakai secara live setiap hari. Ia juga membebaskan anak-anak muda yang diajaknya bekerja sama untuk berinovasi terkait batik.
Baik dalam produksi, ataupun dalam penjualan. Anjani ingin menepis kesan bahwa batik itu lekat dengan orang, kaku, dan harus selalu pakai pakem tertentu. “Tidak, batik banteng agung ini bukan batik dengan pakem khusus. Kami membebaskan pembatiknya berkarya, tentu dengan koridor yang telah saya arahkan sehingga karyanya bisa lebih variatfi dan indah,” kata Anjani.
Bagi Anjani, meski batik dan bantengan adalah seni tradisional, namun tidak boleh membatasi karya mereka menjadi konvensional. Terus berinovasi dan bergerak bersama, adalah kunci batik banteng agung Kota Batu bertahan melintasi zaman.
Baca juga:Agus Riyanto Membangunkan Bantengan dari Tidur Panjang
Anjani Sekar Arum
Lahir: Batu, 12 April 1991
Suami: Rizky Handi Alfarizy
Anak:
- Anandaka Abiyasa Gondokusumo
- Pradika Abinaya Wijayakusumo
Pendidikan: jurusan seni dan desain, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang
Kegiatan: pencipta motif batik bantengan Kota Batu
Penghargaan: SATU Indonesia Awards Tingkat Nasional Kategori Kewirausahaan 2017