Cermin Identitas di Antara Garis Batas
Agustinus Wibowo generasi ketiga imigran dari Tiongkok. Kakeknya tiba di Lumajang pada era 1940-an dengan bahasa Hokkian. Dia sendiri lebih banyak berbahasa Indonesia dan Jawa. Identitas itu menjadi akar perjalanan dia.
Jurnalisme utamanya adalah pekerjaan kaki. Maka itu yang dilakukan Agustinus Wibowo, petualang dan penulis perjalanan. Dengan ransel di punggung, buku catatan, dan kamera, dia melintasi banyak batas negara. Pengalaman di tempat asing itu ibarat cermin yang merefleksikan identitasnya.
Agustinus tiba di sebuah warung mi Jawa di daerah Palmerah, Jakarta, setengah jam sebelum janji temu pada Senin (14/6/2021) siang. Dia duduk sendirian. Es teh manis terseruput hampir setengah gelas. Mi goreng pedas mengalihkan perhatiannya dari buku Jalan Pulang karya Maria Hartiningsih yang tertelungkup di samping piring.