logo Kompas.id
β€Ί
Sastraβ€ΊTiga Kuburan Lain
Iklan

Tiga Kuburan Lain

Setelah hening agak lama Munawar mendengar suara Tok Jalal. Berat dan sedikit bergetar. Munawar berdebar.

Oleh
T AGUS KHAIDIR
Β· 1 menit baca
Ilustrasi Cerpen Tiga Kuburan Lain
BAMBANG PRAMUDIYANTO

Ilustrasi Cerpen Tiga Kuburan Lain

Tok Jalal tak lagi riang. Biasanya, selepas Isya dia akan duduk berbincang bergurau-gurau di beranda masjid. Kadangkala sampai mendekati tengah malam, dan baru bergerak setelah Munawar Tawakal, atas perintah Nek Tok, datang menjemput. Tiga pekan belakangan lain sekali. Sejurus imam mengucap salam Tok Jalal segera bangkit dan bergegas pulang.

Tak kalah nyata perubahan di kedai kopi. Sesekali dia masih datang lantaran barangkali lidahnya sudah kelewat rindu mencecap pahit manis kopi racikan Tok Awang, karib sepermainannya sejak belia. Namun, datangnya memang sekadar belaka. Di kedai itu Tok Jalal duduk menyudut, sendirian berdiam-diam, tergesa menyeruput kopi lalu beranjak pergi. Tak ada tegur sapa. Tak ada cerita. Tak ada tawa.

Editor:
DAHONO FITRIANTO
Bagikan