Magnolia
Tapi, ingatlah, sepanjang apa pun mimpi itu, sewaktu-waktu kau akan terjaga dan kau akan menyesal.
Tak pernah dalam hidup relung hatiku berkata bahwa dialah orangnya, kecuali saat aku bertemu dengan Magnolia di perempatan jalan yang lengang pada pukul satu pagi. Malam yang gelap menjadi terang lewat matanya yang berkilauan oleh butir-butir gliter berwarna-warni yang dipantulkan lampu jalan. Lipstiknya menawan. Tidak mencolok, hanya sedikit pucat yang memberikan kesan pada wajah yang berpasrah.
Dia senyum padaku, dan matanya sedikit menyipit. Dia sentuh tanganku, lalu diremas kencang. Aku tidak tahu namanya, aku memanggilnya Magnolia karena parfum yang dia pakai persis seperti bunga magnolia yang manis. Tercium pekat tepat memikat, tapi tidak membikin pusing. Harumnya lekas menyeruak ke hidung sesaat dia mendekatkan wajahnya, dan dia mengecup pipiku.