Senyum di Wajah Jamilah
Jamilah belum pernah membunuh orang. Tetapi dia sudah sering melihat kematian.
Jamilah sesaat terlihat ragu. Bungkusan hitam di tangannya hampir terjatuh. Baju kurung dan kerudung yang lebar sama sekali tidak mampu menyembunyikan gemetarnya. Menarik napas dalam-dalam dan mengucapkan doa seolah itu adalah momennya yang terakhir, Jamilah sekuat tenaga berusaha menenangkan diri. Kesalahan sekecil apa pun akan mengacaukan semua rencananya. Sebagai salah satu pasukan inong balee yang menyamar sebagai juru masak di markas tentara, dia ditugasi untuk meracuni para tentara itu. Racun yang dimilikinya tidak dimaksudkan untuk membunuh para tentara itu secara seketika. Mereka bahkan tidak akan sadar sudah diracuni hingga 3 bulan berikutnya. Mulanya mereka akan mengalami batuk kering yang diikuti demam. Mereka akan mati secara perlahan.
Jamilah bekerja di sini sejak setahun yang lalu. Ada sekitar 300 tentara yang berdatangan dari seluruh Indonesia di markas ini. Mereka datang dan pergi sesuai dengan rotasi yang Jamilah sendiri tidak begitu mengerti. Jamilah diberikan tanggung jawab untuk memasak makanan khas Aceh setiap hari rabu dan minggu, dibantu oleh beberapa tentara sebagai asistennya.