Anjing-anjing Liar di Makkah
Baru kali ini ia melihat anjing liar di kawasan Syisyah. Ingin ia menghalau anjing-anjing liar itu agar memberi jalan baginya untuk cepat pulang ke rumah, tetapi nalarnya lebih berat menimbang ketidaksetujuan.
Angin mati pada dini hari. Di bawah tatapan bulan berwajah bulat, seorang lelaki berjalan cepat menelusuri jalan sempit di antara gedung-gedung dan tebing batu cadas yang curam di pinggiran kota Makkah. Namun, langkah lelaki itu terhenti saat mengetahui sekawanan anjing liar berkerumun menutupi jalan di depannya. Jumlahnya mungkin tujuh ekor. Bisa jadi lebih. Ia hanya bisa menerka-nerka karena penerangan di jalan tikus itu seperti lendir kelemayar bagi penglihatannya yang sudah berkaca mata. Di bawah cahaya yang berpendaran dari lampu-lampu gedung yang membelakangi jalan sempit itu, ia menyaksikan anjing-anjing liar berebut makanan dari dalam sebuah kantong plastik hitam besar yang sudah terkoyak-moyak. Ia menduga kantong plastik itu berisi sisa-sisa makanan yang biasanya dibuang di bak penampungan sampah di pinggir jalan.
Tetapi, anjing-anjing itu, dari manakah asalnya? Baru kali ini ia melihat anjing liar di kawasan Syisyah. Ia memang pernah melihat dan mendengar lolongan anjing-anjing liar di perbukitan Syib Amir dan kawasan Misfalah, yang letaknya masih berdekatan dengan Masjidil Haram. Mungkinkah anjing-anjing berasal dari sana dan berjalan belasan kilometer untuk pindah ke Syisyah? Ataukah anjing-anjing liar itu datang dari Padang Arafah, seperti yang pernah diceritakan seorang ulama besar asal Surabaya saat bertemu dengannya di Jeddah, beberapa waktu lalu?