logo Kompas.id
RisetDari Lima Debat...
Iklan

Dari Lima Debat Capres-Cawapres, Siapa Kandidat Menarik Perhatian Publik ?

Litbang Kompas merangkum analisis kelima debat capres-cawapres yang sudah berjalan.

Oleh
YOHANES MEGA HENDARTO
· 5 menit baca
Tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden bergandengan tangan di panggung di sesi akhir Debat Putaran ke-5 Calon Presiden Pemilu 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (4/2/2023).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden bergandengan tangan di panggung di sesi akhir Debat Putaran ke-5 Calon Presiden Pemilu 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (4/2/2023).

Seluruh rangkaian debat calon presiden dan calon wakil presiden telah selesai. Anies Baswedan mendapat penilaian yang lebih tinggi di mata publik dibanding Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo. Sementara Mahfud MD menjadi yang terbaik dibandingkan Muhaimin Iskandar dan Gibran Rakabuming Raka.

Dirangkum dari tiga debat capres yang sudah berlangsung, capres nomor urut 1 Anies Baswedan secara berturut mendapat nilai 7,2 poin, 7,5 poin, dan 7,6 poin. Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto mendapat 6,6 poin, 7,0 poin, dan 7,1 poin. Sedangkan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo mendapat nilai 7,0 poin, 7,5 poin, dan 7,3 poin.

Sementara itu dari performa masing-masing cawapres, Mahfud MD dinilai lebih unggul dengan skor 7,5 poin di kedua acara debat. Cawapres Muhaimin Iskandar mendapat penilaian 7,3 poin dan 7,1 poin. Sedangkan cawapres Gibran Rakabuming Raka mendapat nilai 7,2 poin dan 7,1 poin.

Temuan tersebut diambil berdasarkan hasil jajak pendapat Litbang Kompas yang diadakan di tiap acara debat. Aspek penilaian tersebut meliputi kemampuan ketiga capres menjawab pertanyaan dengan lancar dan jelas, penguasaan masalah, serta penampilan kandidat di atas panggung.

Kemudian penampilan pakaian, sikap, dan ekspresi yang ditunjukkan setiap capres juga masuk dalam penilaian publik. Masing-masing skor merujuk pada jawaban responden yang menonton debat yang terikat margin of error penelitian untuk setiap kali debat (± 6,93 persen).

Selain itu, Litbang Kompas juga melakukan penghitungan durasi berbicara tiap capres dan cawapres di masing-masing acara debat. Dari tiga kali debat capres, Prabowo Subianto terekam paling hemat berbicara dengan durasi total 1 jam 11 menit 57 detik. Ganjar Pranowo memiliki durasi bicara 1 jam 14 menit. Sedangkan durasi berbicara total Anies Baswedan menjadi yang terlama dengan 1 jam 17 menit 19 detik.

https://asset.kgnewsroom.com/photo/pre/2024/02/05/f66c7565-2af9-43af-a0ad-f47d13053fde_gif.gif

Dari sisi cawapres dengan kesempatan dua kali debat, gantian Mahfud MD yang memiliki durasi bicara paling panjang dengan total 51 menit 38 detik. Muhaimin Iskandar memiliki total durasi bicara 48 menit 30 detik. Sementara Gibran Rakabuming Raka mengikuti pasangan capresnya, paling hemat bicara dengan total 45 menit 17 detik.

Penghitungan durasi bicara ini tentu belum dapat menjawab aspek kualitas dari tiap kandidat yang beradu gagasan. Bisa jadi, pihak yang berbicara lebih banyak justru melenceng dari tema yang ditentukan dalam debat atau melenceng. Kemungkinan lainnya, pihak yang berbicara sedikit nyatanya juga tidak dapat menyampaikan gagasannya sesuai pertanyaan yang diberikan panelis dan sesuai tema debat.

Dihadapkan pada kemungkinan tersebut, Litbang Kompas turut merekam serta melakukan transkrip atas ucapan tiap kandidat. Dari sekian narasi yang disampaikan, banyaknya jumlah kata yang disebutkan, terutama yang berulang, oleh setiap capres dan cawapres dapat diamati untuk mendekati hal-hal yang menjadi fokus setiap kandidat selama debat.

Total dari tiga kali debat, lima diksi terbanyak yang diucapkan Anies adalah “negara” (63 kali), “Indonesia” (56 kali), “hukum” (20 kali), “pertahanan” (17 kali), dan “pendidikan” (13 kali). Prabowo paling banyak mengucap diksi “Indonesia” (58 kali), “rakyat” (43 kali), “negara” (24 kali), “makan” (20 kali), dan “pertahanan” (18 kali). Sedangkan Ganjar menyebut “Indonesia” (27 kali), “negara” (25 kali), “pertahanan” (23 kali), “rakyat” (20 kali), dan “kesehatan” (17 kali).

Sementara dari dua kali debat, Muhaimin paling banyak menyebut “pembangunan” (31 kali), “petani” (30 kali), “desa” (28 kali), “keadilan” (20 kali), dan “investasi” (17 kali). Gibran mengucapkan “hilirisasi” (23 kali), “masalah” (21 kali), “tanah” (21 kali), “Indonesia” (17 kali), dan “energi” (15 kali). Terakhir Mahfud, menyebut diksi “ekonomi” (32 kali), “hukum” (23 kali), “orang” (14 kali), “pajak” (14 kali), dan “korupsi” (13 kali).

Baca juga :Analisis Litbang ”Kompas”: Debat Capres Landai, Pilihan Menguat

Analisis fokus

Dari gabungan kedua data tersebut (durasi bicara dan diksi terbanyak) dari tiap kandidat, dapat dilihat bahwa acara debat belum efektif mengangkat visi misi serta program kerja capres dan cawapres. Pembahasan isu-isu nasional yang sebelumnya coba dibingkai dalam tema debat nyatanya belum dapat digali serta dielaborasi dengan baik oleh tiap kandidat.

Merujuk pada kumpulan diksi sebelumnya, isu-isu mendasar seperti kesehatan, pendidikan, penegakkan hukum, korupsi, dan ekonomi, hanya mendapat sorotan sedikit dari sejumlah kandidat. Bahkan isu ketenagakerjaan dan lingkungan hidup yang seharusnya menjadi fokus dalam lima tahun ke depan terlihat cenderung dikesampingkan dalam bahasan debat.

Iklan

Jika dielaborasikan, fokus paslon nomor urut 1 Anies-Muhaimin ada pada isu hukum, pendidikan, pembangunan, keadilan, dan ekonomi. Paslon nomor urut 2 Prabowo-Gibran, berfokus pada makan siang gratis, hilirisasi, agraria, dan Energi Baru Terbarukan (EBT). Sementara paslon nomor urut 3 Ganjar-Mahfud lebih menekankan isu pertahanan, kesehatan, penegakkan hukum, ekonomi, pajak, dan pemberantasan korupsi.

Di sini terlihat bahwa selama rangkaian debat fokus paslon capres-cawaores nomor urut 1 dan 3 ada pada pembenahan permasalahan mendasar masyarakat serta kelanjutan pembangunan infrastruktur.

Paslon nomor urut 2 menunjukkan perhatian yang cenderung berbeda dengan mencoba mengulang-ulang program kerja populis dalam tiap debat sekaligus melanjutkan program-program pemerintah yang sudah berjalan saat ini.

Tujuan diselenggarakannya debat capres-cawapres untuk menyebarluaskan profil, visi dan misi, dan program kerja juga tidak maksimal. Kesempatan tersebut lebih dapat terakomodasi di ruang-ruang diskusi terbuka yang selama masa kampanye ini telah berjalan secara terpisah.

Tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden saat naik ke panggung bersama-sama dan bersalaman seusai Debat Putaran ke-5 Calon Presiden Pemilu 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (4/2/2023).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden saat naik ke panggung bersama-sama dan bersalaman seusai Debat Putaran ke-5 Calon Presiden Pemilu 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (4/2/2023).

Misalnya dalam acara “Pidato Calon Presiden Republik Indonesia: Arah dan Strategi Politik Luar Negeri” yang diselenggarakan Centre For Strategic And International Studies (CSIS) pada November 2023 dan memberikan kesempatan kepada ketiga capres untuk memaparkan gagasan terkait politik luar negeri.

Kurangnya eksplorasi dan elaborasi yang terjadi di tiap paslon juga dipengaruhi oleh format debat yang belum efektif. Dalam dua segmen menjawab pertanyaan dari panelis, tiap kandidat kerap menjawab pertanyaan secara formatif.

Tanggapan yang diberikan kandidat lain dalam merespons jawaban kandidat lain pun sering digunakan untuk menyampaikan gagasannya, bukan memberikan gagasan kontra yang menjalankan fungsi kritik gagasan.

Segmen keempat dan kelima yang berisi tanya jawab antarkandidat masih dirasa terlalu luas cakupannya. Sebagai pertimbangan selanjutnya, tema debat perlu disusun lebih komprehensif.

Selain itu, moderator debat tidak hanya bertugas sebagai penjaga waktu (time keeper) dan pihak yang menenangkan penonton. Moderator seharusnya dapat bersikap tegas dalam memberikan batasan narasi agar kandidat dapat bertanya sesuai dengan tema debat, meski dalam segmen terbuka.

Baca juga : Debat Cawapres Belum Tawarkan Banyak Gagasan Transisi Energi

Esensi debat

Secara keseluruhan, iklim demokrasi dan falsafah ketimuran yang familier dengan musyawarah serta kesantunan, belum sepenuhnya cocok terhadap konsep debat yang sesungguhnya. Debat berbeda dari diskusi atau rapat yang bertujuan untuk menemukan solusi.

Debat semestinya dilandaskan pada rasionalitas dan rigor terhadap logika berpikir. Sanggah menyanggah dan saling meruntuhkan argumen mitra wicara adalah hal yang wajar terjadi dalam debat.

Dalam konteks pemilihan presiden, adanya debat antarkandidat memang dinilai berpengaruh pada elektoral masing-masing, khususnya bagi para pemilih yang masih belum menentukan pilihan politik.

https://cdn-assetd.kompas.id/W3OdbxfxSnuKevbDkhvQxZNxVCs=/1024x1836/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F02%2F05%2F58f7c11b-3fe1-4082-aa5a-f0ce37e7a69d_png.png

Namun, hal itu berlaku jika acara debat memiliki jarak waktu yang cukup lama, sekitar 2-3 bulan sebelum hari pencoblosan. Makin mendekati pilpres, debat berguna untuk menguatkan basis dukungan politik masing-masing.

Bumbu-bumbu gimik yang dipertontonkan ke hadapan publik juga menjauhkan esensi debat di atas panggung. Kesiapan gagasan dan kematangan emosional menjadi hal yang mutlak harus dimiliki tiap kandidat ketika berhadapan satu sama lain. Kedua hal itulah yang harusnya secara inheren pada sosok pemimpin masa depan bangsa. (LITBANG KOMPAS)

Baca juga : Debat Capres dan Harapan Sederhana Rakyat Kecil

Editor:
YOHAN WAHYU
Bagikan