logo Kompas.id
RisetDebat Capres, Minim Ide Baru...
Iklan

Debat Capres, Minim Ide Baru Pengembangan Industri Teknologi Informasi

Pandangan ketiga capres terkait kedaulatan teknologi informasi dan komunikasi terkesan normatif, minim gagasan baru.

Oleh
YOHANES ADVENT KRISDAMARJATI
· 5 menit baca
Tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden bergandengan tangan di panggung saat sesi akhir Debat Putaran Kelima Calon Presiden Pemilu 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (4/2/2023).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden bergandengan tangan di panggung saat sesi akhir Debat Putaran Kelima Calon Presiden Pemilu 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (4/2/2023).

Debat terakhir Pemilu Presiden 2024 kemarin tidak mengulas banyak tentang pengembangan teknologi informasi di Indonesia. Pandangan ketiga capres terkait kedaulatan teknologi informasi dan komunikasi terkesan masih normatif. Tidak ada gagasan baru untuk keluar dari ketertinggalan dalam membangun industri teknologi digital.

Debat yang berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, pada Minggu (4/2/2024) lalu, mengetengahkan sejumlah topik penting, yang terdiri dari tema kesejahteraan sosial, kebudayaan, pendidikan, teknologi informasi, kesehatan, ketenagakerjaan, sumber daya manusia, dan inklusi.

Khusus terkait tema teknologi informasi, perdebatan antarkandidat presiden dipantik pertanyaan dari moderator. Pertanyaan adalah ”Kedaulatan teknologi informasi Indonesia terancam, impor ponsel tahun 2023 mencapai Rp 30 triliun. Padahal, untuk membangun pabrik ponsel hanya dibutuhkan investasi sekitar setengah triliun rupiah. Apa langkah strategis paslon membangun kedaulatan manufaktur telekomunikasi dan teknologi informasi di Indonesia?”

Menanggapi hal tersebut, capres nomor urut 1 menyampaikan dua poin utama. Pertama, Anies menyatakan pentingnya peningkatan kualitas manusia dan inovasi di sektor teknologi informasi dengan cara pairing, berpasangan mendatangkan pakar untuk bisa melakukan alih teknologi bersama-sama.

Pada poin kedua, Anies memprioritaskan investasi yang masuk dalam bentuk investasi padat karya yang didukung dengan perbaikan reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi. Ia merujuk pada penciptaan lapangan pekerjaan dan kepastian hukum dalam iklim investasi dan bisnis. Diharapkan para investor di bidang manufaktur perangkat komunikasi dan informasi lebih banyak yang bernaung di Indonesia.

Menanggapi pernyataan Anies tersebut, capres Prabowo Subianto turut menyetujuinya. Prabowo berpandangan bahwa membangun pabrik (teknologi) adalah salah satu hal yang perlu dilakukan. Capres nomor urut 2 itu juga berpendapat, untuk mencapai kedaulatan teknologi informasi, ia mendorong kesiapan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia menjadi komponen paling penting untuk disediakan. ”Kita sekarang harus mendidik anak-anak kita lebih banyak di bidang science, teknologi, engineering, mathematics. Ini sangat mutlak, baru kita bisa bersaing,” kata Prabowo.

Selanjutnya, Prabowo berupaya menjabarkan sejumlah program yang hendak dicanangkan jika ia terpilih nanti. Hal itu, antara lain, dengan memberi beasiswa kepada anak-anak Indonesia untuk belajar ke luar negeri dalam bidang kedokteran, sains, teknologi, dan matematika. Program yang disampaikan Prabowo selama ini sudah berlangsung dan bukan hal baru. Harapannya, program tersebut dapat terus ditingkatkan sehingga dapat mendorong penciptaan SDM berkualitas unggul dan andal.

Baca juga: Indonesia Masih Jadi Negara Konsumen Teknologi

https://asset.kgnewsroom.com/photo/pre/2024/02/05/f66c7565-2af9-43af-a0ad-f47d13053fde_gif.gif
Iklan

Giliran berikutnya, capres Ganjar Pranowo juga turut memberikan tanggapan terhadap pernyataan Anies tersebut. Capres nomor urut 3 ini juga mengamini pembangunan pabrik produsen perangkat teknologi di dalam negeri. Ia mengatakan, ”Pilihannya adalah bergandengan tangan dengan industri yang ada di luar dengan brand-brand internasional, tapi pabriknya di Indonesia.” Pernyataan tersebut sekaligus tanggapan terhadap program pemerintah terdahulu yang dinilai tidak efektif berjalan, yakni soal ”satu komputer satu laptop seharga maksimum satu juta”.

Pandangan ketiga kandidat itu cenderung relatif umum tanpa upaya yang progresif dalam membangun industri teknologi dalam jangka pendek. Visi membangun SDM yang andal adalah kunci penting dalam menciptakan kedaulatan di masa mendatang. Namun, upaya ini juga harus disertai dengan kebijakan dan regulasi yang mendukung kemajuan ekosistem teknologi di dalam negeri sesegera mungkin. Investasi baik dari asing maupun dari domestik sangat dibutuhkan untuk membangun industri teknologi ini sehingga lambat laun produk-produknya dapat bersaing dengan barang-barang impor berteknologi mutakhir.

Tanpa kesungguhan dari pemerintah dalam menciptakan industri teknologi di dalam negeri, niscaya Indonesia hanyalah pasar dari berbagai produk global.

Dominasi impor

Hingga saat ini, Indonesia adalah pasar besar bagi sejumlah produsen telepon pintar dari berbagai penjuru dunia. Salah satunya dari China. Sepanjang tahun 2023, nilai impor ponsel cerdas dari negeri ”Tirai Bambu” itu mencapai 1,97 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 31,04 triliun.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tersebut mirip dengan data yang tercantum dalam pertanyaan panelis pada ajang Debat Pilpres 2024 Kelima pada Minggu lalu. Dalam data BPS, komoditas smartphone yang diperdagangkan dalam mekanisme ekspor-impor di dalam negeri tercatum dalam kode HS 851713. Melalui kode ini terlihat nilai impor produk ponsel Indonesia tergolong relatif sangat besar.

Baca juga: RI Makin Bergantung pada China

Para pekerja merakit ponsel pintar Nokia tipe C21 Plus dan C31 di pabrik PT Sat Nusapersada, Kota Batam, Kepulauan Riau, Selasa (8/11/2022). Setiap bulan 50.000 unit ponsel pintar Nokia dirakit di pabrik tersebut.
KOMPAS/PANDU WIYOGA

Para pekerja merakit ponsel pintar Nokia tipe C21 Plus dan C31 di pabrik PT Sat Nusapersada, Kota Batam, Kepulauan Riau, Selasa (8/11/2022). Setiap bulan 50.000 unit ponsel pintar Nokia dirakit di pabrik tersebut.

Terkait dengan debat pilpres kemarin, ada hal menarik yang dapat disimak tentang industrialisasi smartphone. Dalam perdebatan antarcapres tersebut terlontar kalimat bahwa nilai investasi untuk membangun pabrik ponsel di dalam negeri berkisar pada angka Rp 500 miliar. Seluruh kandidat menyatakan bahwa nilai tersebut relatif sangat kecil apabila dibandingkan dengan nilai ekonominya yang sangat besar. Jadi, diharapkan dapat sesegera mungkin membangun sejumlah industri ponsel cerdas di dalam negeri guna merebut pasar domestik yang sangat besar.

Hingga saat ini sudah ada sejumlah investor yang membangun industri telepon pintar di Indonesia. Misalnya, pada tahun 2025 silam, Samsung mendirikan pabrik perakitan ponsel di Cikarang, Jawa Barat. Kala itu nilai investasi yang dikucurkan mencapai 23 juta dollar AS atau sekitar Rp 360 miliar. Selain itu, ada pula smartphone merek Oppo yang berada di bawah naungan PT World Innovative Telecommunication yang sudah memiliki fasilitas produksi di Tangerang, Banten, pada lahan seluas 10 hektar. Pabrik Oppo ini sudah beroperasi sejak 2014 silam dengan investasi senilai 30 juta dollar AS.

Dua merek ponsel tersebut merupakan contoh dari sejumlah produsen ponsel luar negeri yang sudah berproduksi di Indonesia. Hal ini didorong Peraturan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang mengatur tentang tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dalam rantai produksi smartphone. Pada Intinya, aturan tersebut sangat membatasi arus impor ponsel siap pakai dari luar negeri.

Demi memenuhi TKDN yang disyaratkan oleh Kemenperin, para produsen smartphone harus mendirikan dan mengoperasikan pabrik mereka di Indonesia. Upaya ini merupakan cara untuk mendorong masuknya investasi asing dan sekaligus mengembangkan industri domestik penyokong (supplier) perusahaan-perusahaan asing itu. Selain dapat mendorong kemajuan ekonomi dan menyediakan lapangan kerja, upaya demikian juga menciptakan pasar ponsel domestik yang lebih kompetitif dan berharga terjangkau.

Upaya tersebut harus terus ditingkatkan dan memberi ruang bagi kemajuan industri dalam negeri. Semakin banyaknya produsen teknologi merek lokal yang tumbuh akan memberikan kontribusi yang besar bagi negara. Tidak hanya terkait kontribusi perekonomian, tetapi juga keterampilan penguasaan teknologi andal yang sangat berguna di masa depan. Lambat laut kita dapat mandiri dan berdaulat atas segala macam kemajuan teknologi mutakhir yang kompetitif di ranah global. (LITBANG KOMPAS)

Editor:
BUDIAWAN SIDIK ARIFIANTO
Bagikan