Memastikan Hak Pilih Jelang Hari Pencoblosan
Sebagian masyarakat mengaku namanya belum masuk dalam data pemilih di Pemilu 2024. Hak pilih mereka harus dijamin.
Lebih kurang sepuluh hari lagi pemungutan suara Pemilihan Umum 2024 dilakukan, namun ada sebagian masyarakat mengaku namanya belum masuk dalam data pemilih. Mereka yang memenuhi syarat menjadi pemilih tetap harus dijamin haknya untuk memilih.
Secara umum sebagian besar responden mengaku namanya memang sudah masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT). Namun, ada sebagian dari responden lain, yakni 2,8 persen, yang menyatakan namanya belum masuk dalam daftar pemilih tersebut. Meskipun angkanya relatif kecil, hak mereka untuk bisa menggunakan kesempatan memilih di pemilu tak bisa diabaikan.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menetapkan DPT Pemilu 2024 sebanyak 204.807.222 pemilih. Angka ini terdiri dari 203.056.748 pemilih dalam negeri dan 1.750.484 pemilih luar negeri.
Pemilih ini akan menggunakan hak pilih di 823.220 TPS. Adapun 404.360 pemilih di antaranya akan menggunakan hak pilih di 1.822 TPS lokasi khusus yang tersebar di 773 lokasi di 37 provinsi (Kompas, 8/7/2023).
Jika mengacu pada regulasi, mereka yang belum masuk dalam DPT masih memungkinkan untuk masuk dalam daftar pemilih khusus (DPK). Syaratnya, mereka memenuhi syarat sebagai pemilih. DPK ini memuat pemilih yang tidak terdata dalam DPT dan daftar pemilih tambahan (DPTb), tetapi punya hak untuk memilih.
Secara teknis, jika ingin menggunakan hak untuk memilih, kelompok pemilih ini harus datang ke tempat pemungutan suara (TPS) sesuai dengan alamat yang tertera di KTP elektronik yang juga harus dibawa saat memilih.
Selain itu, ada alokasi waktu khusus bagi mereka yang masuk dalam DPK ini, yakni mencoblos surat suara pada pukul 12.00-13.00 atau waktu setempat di TPS.
Baca juga: Kiat agar Tak Kehilangan Hak Pilih
Pemilih mula
Menariknya, jika dilihat dari latar belakang usia, mereka yang mengaku namanya belum masuk dalam DPT lebih banyak terlihat dari kelompok responden usia 17-24 tahun.
Kelompok usia ini masuk kategori pemilih mula atau mereka yang baru memiliki hak pilih di Pemilu 2024 ini. Artinya, di pemilu sebelumnya, mereka belum bisa menggunakan hak pilih.
Dari total kelompok pemilih dengan usia pemilih mula ini, ada 7,5 persen yang mengaku namanya belum masuk dalam DPT. Hal ini berbeda dengan kelompok responden usia 25-39 tahun, usia 40-54 tahun, atau kelompok usia 55 tahun ke atas.
Dari ketiga kelompok responden ini, jumlah mereka yang belum masuk DPT kurang dari 3 persen, bahkan di kelompok responden pemilih senior, yakni 55 tahun ke atas, relatif minim yang belum masuk DPT.
Minimnya jumlah pemilih yang belum masuk DPT dari kalangan kelompok pemilih usia lebih senior ini juga tak lepas dari pengalaman mengikuti pemilu yang sudah beberapa kali mereka alami.
Artinya, jika di pemilu sebelumnya sudah bisa menggunakan hak pilih, di atas kertas namanya sudah masuk dalam DPT di pemilu tahun ini.
Sementara pada kelompok pemilih mula, selain belum memiliki pengalaman mengikuti pemilu, mereka yang mengaku tidak tahu apakah namanya sudah masuk DPT atau belum cenderung ditemukan pula.
Dari total kelompok pemilih mula ini, 3,8 persen mengaku tidak mengetahui apakah namanya sudah masuk atau belum dalam daftar pemilih. Hal ini berbeda dengan kelompok responden di usia di atasnya yang sebagian besar sudah tahu soal status hak pilih mereka.
Baca juga: Hampir 90 Persen Responden "Kompas" Akan Gunakan Hak Pilih
Pendidikan dasar
Jika dilihat dari latar belakang pendidikannya, mereka yang mengaku belum tahu namanya belum masuk dalam daftar pemilih, tetapi mengaku sudah pernah ikut pemilu, lebih banyak ditemukan dalam kelompok responden dengan tingkat pendidikan dasar.
Artinya, secara pengalaman mereka sudah memahami pernah menggunakan hak suaranya di pemilu. Namun, untuk pemilu tahun ini, mereka kurang paham apakah namanya sudah masuk atau belum dalam daftar pemilih. Nah, kelompok pemilih seperti ini lebih banyak dijumpai dari kelompok pendidikan dasar, yakni 29,5 persen.
Artinya, hampir sepertiga responden di kelompok pendidikan dasar ini cenderung menjadi kelompok pasif, yakni tidak aktif mengecek apakah namanya sudah masuk dalam daftar pemilih di laman yang disebarkan oleh KPU.
Hal ini berbeda dengan kelompok pemilih dengan latar belakang pendidikan menengah dan tinggi. Pada kelompok ini, porsi pemilih yang pasif cenderung lebih rendah.
Data ini memberikan benang merah bahwa tidak semua pemilih secara sadar dan aktif mencari tahu apakah namanya sudah ada dalam daftar pemilih. Berbekal pengalaman pernah mencoblos di pemilu sebelumnya sudah cukup bagi mereka.
Sementara kelompok pemilih yang namanya belum masuk DPT relatif bisa dikatakan masuk kategori pemilih aktif karena mereka sadar namanya belum masuk daftar tersebut dengan mengecek ke laman KPU.
Tentu, ini menjadi gambaran bagaimana setiap pemilih harus dijamin hak pilihnya. Menjamin hak pilih menjadi bagian tak terpisahkan dari upaya menegakkan pemilu yang berkeadilan dan bermartabat. (LITBANG KOMPAS)